XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Ruang Kelas Berhantu: Teror Perempuan Tak Bermuka Dengan Rambut Panjang

 



Ilustrasi: Galih Setiawan

“Perempuan itu setiap hari nangkring di atas lemari, kalau yang anak-anak sih dari bangunan sebelah. Hati-hati mereka suka ngajak main.”

Jika dilihat dari luar, tidak ada yang aneh dari ruang kelas tersebut. Layaknya sebuah ruang kelas terdapat meja, kursi, papan tulis, lemari, dan perangkat pembelajaran lainnya. Letaknya yang agak dipojok mungkin menjelaskan mengapa kelas tersebut lebih teduh daripada kelas lainnya.

Pagi itu merupakan hari pertama tahun ajaran baru, anak-anak kelas X mulai mengisi bangku kelas XI. Hari masih pagi, belum banyak siswa yang datang ke sekolah. Sementara itu, beberapa siswa yang telah datang langsung memasuki kelas mereka masing-masing.

Tetapi ada satu hal yang berbeda, siswa dari kelas yang letaknya dipojok itu duduk lesehan di depan kelas. Tak ada satu pun yang berani masuk kelas.

Saya yang kala itu baru datang tentu bertanya pada mereka, usut punya usut dari dalam kelas terdapat bau anyir yang anehnya tidak diketahui sumbernya.

“Bau banget kayak bau busuk tercampur darah, udah dicari sumbernya daritadi tapi tetap gak ada. Kinar, jangan masuk ke kelas deh. Ngeri.” Ujar teman saya memperingatkan.

Mengabaikan peringatan tersebut, saya mencoba masuk ke dalam kelas. Namun tidak ada apapun, hanya bau busuk yang semakin terasa dan membuat suasana menjadi mencekam.

Hadirnya bau tersebut membuat pembelajaran di kelas tidak berjalan. Kejadian ini berlangsung selama sepekan, berbagai cara telah dilakukan guru agar kelas kembali “normal”. Bahkan kami mulai membacakan ayat-ayat suci Al Qur’an agar kelas bisa digunakan.

Beberapa waktu berlalu, kelas sudah bisa digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Akan tetapi, teror yang sebenarnya ternyata baru saja dimulai.

*

Suatu hari di tengah heningnya proses pembelajaran, Bunga yang merupakan salah satu siswi di kelas tiba-tiba berteriak kencang. Teriakan ini menggema hingga menghentikan penjelasan guru yang mengajar. Sontak tanpa terkecuali seluruh peserta didik yang berada di dalam kelas menatap siswi tersebut.

Matanya melotot garang sembari mulutnya bergumam tak jelas. Kami semua terdiam, terliputi perasaan takut yang amat dalam. Tak berselang lama, Bunga tiba-tiba tertawa melengking. Suasana gaduh pun tercipta, membuat seluruh siswi ketakutan melihat hal tersebut. Merasa tertantang dengan kegaduhan yang ada, Bunga justru semakin keras berteriak sembari melotot.

“Kalian jangan di sini! Ini rumah kami! HAHAHAHa!” Bunga semakin meracau.

Beberapa siswa laki-laki bergegas memanggil seorang guru yang dipercaya mempunyai kekuatan supranatural dan bisa mengusir makhluk halus.

Setelah guru itu datang, Ia menatap Bunga dan berupaya mengusir sesuatu dengan membacakan surat-surat Al Qur’an.

“Ada yang iseng, katanya mau kenalan sama murid baru. Dia memang penghuni lama. Ayo baca ayat-ayat Al Qur’annya lebih keras.” Ujar guru tersebut mengajak kami sekelas untuk berdoa bersama. Setelahnya, Bunga tak sadarkan diri dan suasana kelas kembali hening.

*

Saya pikir kejadian kerasukan yang dialami Bunga pada hari itu telah usai dan teror yang kami alami telah selesai. Namun hal tersebut salah, justru teror semakin menjadi-jadi.

Beberapa hari setelahnya dan dalam waktu yang berdekatan, lagi-lagi Bunga berteriak. Kali ini tak hanya Bunga, seorang siswi perempuan bernama Bulan turut menjadi korban.

Tiba-tiba Bulan tertawa, lalu merangkak ke meja dan lantai layaknya seorang balita. Saat itu kelas sedang ramai karena guru yang mengajar tidak masuk. Melihat Bulan dan Bunga dengan tingkah tak biasanya membuat semua siswa dalam kelas terdiam.

Bulan semakin menjadi-jadi, Ia mengajak bermain sosok-sosok yang tidak kasatmata. Saya yang berada di kelas turut menyaksikan kejadian ini.

Kami berusaha memanggil guru seperti kemarin. Sialnya, guru tersebut tak ada di sekolah. Sontak siswa-siswi dalam kelas meminta tolong kepada teman-teman yang memiliki pengalaman spiritual, tak terkecuali saya.

Sedari kecil saya memang bisa melihat sesuatu yang tak kasatmata. Konon katanya, mata batin saya terlihat longgar walau tidak sepenuhnya terlepas.

Berbekal pengetahuan yang diajarkan ketika belajar bela diri, saya bersama tiga teman lainnya berusaha menolong Bulan dan Bunga.

Kami mulai membacakan ayat-ayat Al Qur’an, kemudian menekan titik-titik yang menjadi medium jalur masuknya “mereka”. Tak berselang lama, Bunga dan Bulan tersadar dengan wajah linglung.

“Sejak kecil aku memang mudah sekali untuk dirasuki. Selain karena bisa liat mereka, rongga di antara tulang dadaku ada yang kosong. Katanya, tempat ini menjadi favorit bagi mereka yang tak kasatmata.” Bunga menjelaskan asal muasal mengapa ia sering dirasuki.

Tak jauh berbeda dengan Bunga, Bulan bercerita bahwa ia bisa melihat hal-hal yang tak kasatmata.

“Tadi ada yang ngajak aku main, anak-anak. Makanya tanpa sadar aku merangkak kesana-kemari. Tahu-tahu kalian udah baca doa sambil megang badanku untuk sadar.”

Saya yang sewaktu itu diam berusaha mencerna apa yang mereka alami. Walaupun sejak kecil saya sering “melihat”, adakalanya saya sendiri merasa tidak percaya bahkan skeptis pada hal-hal mistis.

*

Saya pikir beberapa kejadian tersebut sudah teratasi dengan baik. Namun rupanya ‘mereka’ belum puas mengerjai teman-teman saya di kelas.

Siang hari, di tengah teriknya matahari dan kelas sedang ramai. Kami memutar lagu dari playlist yang terhubung ke speaker sekolah yang berada di kelas. Tak berselang lama, lagu yang terputar tiba-tiba terganti dengan lagu baru. Padahal HP yang dipakai diletakan di dekat speaker dan tak ada yang menyentuhnya.

“Woi anjing, iseng mulu! Mau belajar aja susah.” Tiba-tiba salah satu teman laki-laki kami berteriak sembari melihat ke arah speaker.

Siswa-siswi yang lain tentu merasa bingung sekaligus ngeri. Tapi kami berusaha mengabaikan itu, bisa dibilang kami menjadi lebih terbiasa.

Tak berselang lama, Bunga dan Bulan mengeluhkan pusing. Bulan meracau bahwa makhluk itu akan kembali merasuki Bunga seperti sebelumnya. Satu kelas tentu panik, dengan gugup saya menatap sosok yang juga sedang ditatap oleh Bulan.

Sosok tersebut adalah perempuan dengan baju putih dan rambutnya yang panjang. Baunya sungguh anyir, aura tak menyenangkan juga menguar darinya. Ini memang bukan pertama kali saya melihatnya, saat datang pagi-pagi sebelum saya menyalakan lampu kelas biasanya sosok ini nangkring di atas lemari pojok kelas sambil memamerkan wajahnya yang sudah tak berbentuk.

“Kinar, tolong bawa Bunga keluar kelas. ‘Mereka’ senang kalau ada aku dan Bunga karena sama-sama bisa narik mereka. Sayangnya, Bunga yang lebih mudah dirasuki.” Kemudian saya meraih tangan Bunga, membawanya menjauhi ruang kelas sesuai arahan Bulan.

Usut punya usut, Bunga dan Bulan seperti magnet yang saling menarik sosok-sosok tersebut. Mereka merupakan medium segar yang mudah memengaruhi satu sama lain agar saling berinteraksi dengan penghuni-penghuni di kelas.  Dan secara kebetulan saya berada di tengah-tengah mereka.

*

Setelah kejadian tersebut, sisa hari berlangsung dengan damai, meski suasana kelas agak mencekam. Saat ingin pulang dan melewati gerbang sekolah, saya melihat Bulan dan beberapa teman sekelas sedang menunggu Gojek sambil berdiri di dekat gerbang sekolah.

Bulan tampak menunduk, saat melewatinya saya ditarik teman sekelas kami. Katanya, ada yang aneh dengan Bulan.

Saya mendekati Bulan dan berusaha menatap matanya. Ah, ternyata memang ada yang berniat iseng dengannya. Lagi-lagi dengan berbekal surat dalam Al Qur’an saya mencoba mengusir sosok tersebut, sosok perempuan yang berbeda dengan yang saya lihat kemarin. Kali ini berbentuk anak-anak.

“Bulan sini dulu deh.” Saya memegang lengan dan leher Bulan, kemudian menyerukan ayat-ayat Al Qur’an dekat telinganya. Tak berselang lama sosok tersebut menghilang, dan saya melanjutkan perjalanan ke rumah.

 

*

Esok harinya saya jatuh sakit sehingga harus izin tidak masuk sekolah. Kemudian baru saya ketahui bahwa Bulan bercerita mengenai serentetan kejadian mistis yang kami alami saat saya masuk kembali ke kelas.  

“Dua hari lalu saat kamu ketemu aku di gerbang, aku emang digelendoti oleh sosok anak-anak yang waktu itu ngajak main. Anehnya ya Nar, saat melihat kamu mereka malah ketakutan. Makanya aku nunduk pas kamu samperin.” Ujar Bulan seraya menatap mata saya.

Tak berbeda jauh dengan pernyataan Bulan, Bunga pun menceritakan hal serupa. Katanya, ada sesuatu dalam diri saya yang membuat ‘mereka’ takut dan berusaha tidak bermain-main dengan saya yang juga bisa melihat mereka.

“Kayaknya sih ada sesuatu dari diri kamu yang buat mereka takut, aku enggak tau itu apa. Tapi mungkin kamu dijagain?” 

Saya menanggapinya dengan tertawa, pertanyaan Bunga tak saya jawab. Ya, mungkin saya lebih menakutkan daripada ‘penghuni-penghuni’ di kelas, namanya juga manusia. Ah manusia ya?


Rachma Syifa Faiza Rachel
Editor : Rohmawati
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar