XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Kerancuan Istilah “Mosi Tidak Percaya”

Istilah mosi tidak percaya yang digemborkan mahasiswa pada aksi #GejayanMemanggil September lalu menimbulkan kerancuan. Ketika massa aksi mengepung gedung DPR sambil menyuarakan mosi tidak percaya, karena saya belum tahu isunya, saya pikir massa aksi sedang menekan DPR agar segera menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah. Ternyata saya keliru. Mosi tidak percaya justru ditujukan untuk DPR itu sendiri.

Kenapa saya pikir begitu? Sebab istilah mosi tidak percaya yang saya pahami merupakan istilah politik prosedural yang lazimnya dipakai oleh parlemen sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap suatu kebijakan pemerintah. 

Istilah ini mulai muncul ketika parlemen Kerajaan Britania Raya menyatakan bahwa mereka tidak percaya lagi terhadap Perdana Menteri Lord North pada 1782. Pada negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer, mosi tidak percaya atau dalam Bahasa Inggris disebut vote of no confidence, merupakan alat bagi parlemen untuk menjatuhkan pemerintahan (kabinet). 

Indonesia pernah menjalankan sistem parlementer pada masa demokrasi liberal periode 1950-1959. Pada masa itu, hampir semua kabinet (kecuali Kabinet Burhanuddin Harahap dan Kabinet Djuanda) dijatuhkan melalui mosi tidak percaya. 

Istilah mosi tidak percaya kemudian cenderung diidentikkan dengan sistem parlementer dan tidak dikenal dalam sistem presidensial. Hal ini tentu logis, sebab sumber legitimasi perdana menteri sebagai kepala pemerintahan berasal dari parlemen. 

Sementara dalam sistem presidensial, presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan memperoleh legitimasi dari rakyat melalui pemilu. Akan tetapi, meski Indonesia saat ini telah menganut sistem presidensial, mosi tidak percaya masih dipraktikkan oleh parlemen (DPR) yang biasanya disalurkan melalui hak menyatakan pendapat. 

Substansi makna mosi tidak percaya yang saya pahami tampaknya juga sejalan dengan beberapa kamus. Istilah vote of no confidence menurut Kamus Merriam-Webster versi daring memiliki definisi: a formal vote by which the members of a legislature or similar deliberative body indicate that they no longer support a leader, government, etc. 

Kemudian definisi vote of no confidence menurut Kamus Cambridge daring: an occasion when most of the members of a parliament or other organization say that they do not support the people in authority and that they disagree with their actions. Sementara definisi mosi tidak percaya menurut KBBI Edisi Kelima daring: pernyataan tidak percaya dari Dewan Perwakilan Rakyat terhadap kebijakan pemerintah. 

Baik pada Kamus Merriam-Webster, Cambridge, dan KBBI, secara substansi mempunyai penekanan yang serupa, yakni istilah vote of no confidence/mosi tidak percaya dipakai oleh “legislature/parliament/DPR” untuk ditujukan kepadaa government/the people in authority/pemerintah”. Dengan demikian, terlepas dari mosi tidak percaya yang tidak dikenal dalam sistem presidensial dan tidak diatur dalam UUD 1945 maupun UU MD3, istilah ini semestinya lebih tepat dipakai oleh DPR terhadap pemerintah, bukan oleh “rakyat” (baca: massa aksi) terhadap DPR. 

Mosi tidak percaya yang dipakai massa aksi justru merancukan makna mosi tidak percaya yang merupakan istilah politik prosedural. Makna kata mosi pun lebih cenderung pada “keputusan rapat parlemen” yang tampak dari definisi mosi menurut KBBI: keputusan rapat, misalnya parlemen, yang menyatakan pendapat atau keinginan para anggota rapat. 

Kata parlemen pun bermakna “badan yang terdiri dari ‘wakil rakyat’”, bukanrakyat” yang mewakilkan. Jadi, massa aksi sebagai simbol gerakanrakyattidak tepat menggunakan istilah mosi tidak percaya sebagai simbol gerakan (baca: manuver) “wakil rakyat”. 

Kerancuan penggunaan istilah ini juga pernah dilakukan—yang ironisnya—oleh anggota DPR. Fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat justru mengajukan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR (baca: badannya sendiri) pada 2014. 

Untuk menghindari penggunaan istilah mosi tidak percaya yang tidak tepat, sebenarnya kita bisa memakai istilah alternatif. Contohnya, “Kami menyatakan ketidakpercayaan,” meski berasa kurang keren. Ketimbang memakai istilah mosi tidak percaya yang tidak tepat, menurut saya, jauh lebih keren dengan slogan #ReformasiDikorupsi. 
  

Kebumen, 8 Januari 2020  


Emerald Magma Audha
Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Lahir di Kebumen, Jawa Tengah, pada 22 Juli 1996. Pernah bergiat di Lembaga Pers Mahasiswa Sketsa. Sekarang berdomisili di Kebumen.
Editor: Rachmad Ganta Semendawai 
  
   
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar