XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Suharmanto Gelar Pameran Seni Rupa Tunggal Sebagai Bentuk Darma Bakti Kepada Ibunda


Lukisan yang menggambarkan ibu dari Suharmanto (19/02/2023). Foto: Novalia Rahma Herawati
Seniman Suharmanto menggelar pameran seni rupa yang diselenggarakan di Jogja  Gallery, Jl. Pekapalan No. 7, Gondomanan, Yogyakarta. Pameran tunggal ketujuh yang mengangkat tema “Melihat Diri: Aku Siapa?” ini berlangsung pada tanggal 7-27 Februari 2023. Seluruh karya yang ditampilkan dalam pameran ini memiliki satu gaya, yaitu realisme. Aliran realisme inilah yang dipegang teguh oleh Suharmanto sebagai satu-satunya pakem lukisannya dari awal dirinya berkarir hingga saat ini.

Suharmanto (47) yang lahir di Bantul mengatakan bahwa pameran yang dibuka pada tanggal 7 Februari lalu menjadi pameran kedua yang diselenggarakan di Yogyakarta. Ia pertama kali membuat pameran karya lukis di Bentara Budaya Yogyakarta, lebih dari dua dekade silam, tepatnya 23 tahun lalu.

Pada tahun ini, sang seniman memaknai secara khusus pameran ketujuhnya. Dalam bahasa Jawa, angka tujuh disebut dengan pitu. Lebih jauh, kata pitu bukan hanya sekadar sebuah kata yang merujuk pada angka, tetapi pitulungan atau pertolongan. Sampai detik ini ia merasakan mendapatkan pertolongan dari Tuhan dan teman-temannya. Suharmanto mengatakan bahwa lukisan pertama yang dibuat adalah lukisan ibunya sebagai bentuk dharma bakti. Kemudian lukisan terakhirnya menggambarkan gadis yang mengenakan kebaya merah di sebalah kiri dan gadis berkebaya putih di sisi kanan.

“Pameran ini adalah darma bakti untuk ibu saya, yang jadi lukisan pertama saya. Dan yang kedua kepada ibu pertiwi, karya terakhir yang saya buat. Jadi karya terakhir adalah ibu pertiwi yang judulnya ialah 'Generasi Berikutnya'. Maka dari itu, saya tidak mau ada tiket karena (pameran ini) sebagai persembahan buat generasi berikutnya. Ini adalah investasi kebangsaan. Saya ingin karya ini bersifat universal jadi saya ingin orang yang melihat bisa masuk agar mempunyai tafsir baru,” ujar Suharmanto kepada Philosofis.

Ia bercerita bahwa ide menyelenggarakan pameran lukisan sudah ada sejak 2016. Pada tahun itu, Jogja Gallery memintanya untuk memamerkan karya. Namun, permintaan itu ditolak karena Suharmanto masih memiliki tanggungjawab yang harus diselesaikan. Banyak waktu yang dikorbankan untuk dirinya, keluarga, dan komitmen, terutama komitmen pada sahabat. Maka tidak mengherankan jika banyak karya tentang sahabat di tempat ini.

Setelah kurang lebih lima tahun, pada akhir 2021, ia menerima tantangan dari galeri seni tersebut. Ia hanya diberi waktu selama satu tahun untuk melukis. Dua belas bulan merupakan waktu yang mepet, karena normalnya, membuat lukisan memerlukan 3-4 tahun. Apalagi, Suharmanto menerapkan gaya lukis realisme di gedung yang ukurannya besar. Guna menyelesaikan target, akhirnya ia mengunci studio dari orang terdekat sebagai salah satu strategi. Dia ingin konsisten menjaga situasi semacam itu sampai pameran terlaksana.

“Dari menutup pintu tadi, ternyata muncul konsep yang baru. Kemarin saya mencatat diri saya, saya melihat diri. Saya siapa? Apa yang saya rasakan? Apa yang saya pikirkan? Kegundahan apa yang ada di pikiranku?  Akhirnya (hal itu) menjadi karya pertama,” jelasnya.

Selain dua lukisan tersebut, ia juga mengonsep pameran dengan cara unik sesuai dengan tema. Di lantai 2, pengunjung dituntun untuk mengikuti rangkaian kata yang disusun terbalik di tembok. Tulisan terbalik itu hanya dapat dibaca dengan jelas menggunakan kaca atau kamera gawai. Di ujung tulisan, pengunjung akan diarahkan ke sebuah karya yang berjudul “Penantian” dengan objek lukisan Glenn Fredly.

Lukisan yang menggambarkan Glenn Fredly (19/02/2023). Foto: Novalia Rahma Herawati
Lukisan Glenn Fredly dibuat oleh Suharmanto setelah sang musisi meninggal dunia. Hal ini juga sebagai respon yang ditangkap Suharmanto atas kesedihan sahabatnya, Angga Sasongko yang merasa kehilangan sosok Glenn Fredly. Sang seniman mengatakan bahwa musisi kelahiran Jakarta tersebut merupakan kolektor lukisannya. Maka dari itu, ia berupaya mengekspresikan sesuatu yang dipikirkannya ke dalam lukisan dua dimensi.

Untuk mengetahui impresi pengunjung pameran, Philosofis lalu bertanya kepada Vika. Sebagai pengunjung pameran, ia mengetahui pameran yang bersifat gratis ini dari platform Tiktok. Disinggung terkait karya yang dipamerkan, ia menyukai gaya realis yang dipegang oleh Suharmanto ini. Ia tidak habis pikir tentang bagaimana cara seniman membuat berbagai karya lukis ini yang terlihat realis.

“Bagus-bagus ternyata (lukisannya) kaya bukan dibuat sama tangan. Keren pokoknya,” ujar Vika.


Novalia Rahma Herawati
Reporter: Novalia Rahma Herawati dan Wanda Nurmila Febriana (magang)
Editor: Yoga Hanindyatama

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar