| Foto: Maheswara |
Selasa, 11 November 2025, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta bersama sejumlah elemen masyarakat sipil menggelar diskusi dan aksi solidaritas untuk mendukung Tempo, yang digugat oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan tuntutan sebesar Rp200 M. Aksi yang digelar di Kampus UII Cik Di Tiro ini, menilai bahwa gugatan tersebut merupakan bentuk pembungkaman dan ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Diskusi yang berlangsung mulai pukul 15.30 hingga 17.30 WIB tersebut menghadirkan tiga pembicara yaitu, Raihul Fadjri (Mantan Ketua Aji Yogya periode 1998-2000 dan jurnalis Tempo), Karisma W. K. (LBH Yogyakarta), dan Prof. Masduki (Kepala Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII). Ketiga narasumber sepakat bahwa gugatan dengan angka fantastis itu mengabaikan mekanisme hukum pers yang sudah ada.
“Sudah ada metode hak jawab kok malah menggugat 200 miliar yang tidak ada hubungannya dengan penyelesaian sengketa pers. Kecuali memang niatnya mau membangkrutkan Tempo,” tegas Prof. Masduki. Ia juga menjelaskan, di negara demokrasi, permasalahan seperti ini seharusnya diselesaikan melalui self-regulation lewat Dewan Pers, bukan melalui gugatan perdata.
Fadjri mengungkapkan bahwa ancaman terhadap kebebasan pers sudah lama ada. “Dulu, kontrol berita sangat ketat, semua wartawan harus gabung PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dan akhirnya beberapa terpaksa bergantung pada ‘amplop’. Tempo dikenal sebagai media yang menolak praktik tersebut dan tetap menjaga integritasnya,” ujarnya.
Pandangan serupa diungkapkan oleh Karisma dari LBH Yogyakarta. Ia menegaskan bahwa sebagai pejabat publik, Amran seharusnya menerima kritik terhadap kinerjanya. “Gugatan ini seakan menodai hak publik untuk mendapat informasi yang transparan dan akuntabel. Ini adalah upaya pembungkaman dengan model variatif, bahkan menyasar ke ranah ketenagakerjaan jurnalis. Artinya, kita semakin dibatasi,” tegas Karisma.
Argumen tersebut diperkuat oleh Prof. Masduki dengan menyoroti posisi Indonesia dalam indeks kebebasan pers global yang terus merosot, kini berada di peringkat 127. “Ada dua poin mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pertama, Threat to Journalist yang kini bermacam bentuknya, termasuk tekanan ekonomi, dan Political Pressure di mana media disusupi kepentingan politik,” paparnya.
Prof. Masduki turut membandingkan kasus Tempo dengan media di luar negeri. “Di luar sana, mereka mau menggugat media saja malu, apalagi dalam kasus ini gugatannya salah,” ucapnya. Mekanisme yang benar adalah melalui hak jawab ke Dewan Pers yang sudah dipatuhi oleh Tempo. “Tempo, loh, sudah nurut Dewan Pers,” imbuhnya.
Aksi solidaritas diakhiri dengan penandatanganan spanduk sebagai bentuk dukungan kepada Tempo dan pembacaan pernyataan sikap. Massa aksi yang terdiri dari berbagai kalangan dan jaringan masyarakat sipil di Yogyakarta menyatakan komitmennya untuk terus membela kebebasan pers dan mendukung segala upaya hukum yang dilakukan Tempo dalam menghadapi gugatan ini.
Retnaningsih
Reporter: Ajmala, Ahmad Syahirul, dan Maheswara
Editor: Ajmala
Terbaru
Lebih lama

.png)