XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Penguburan Masa Praaksara di Situs Gua Harimau

 

Gua Harimau di lereng Bukit Karang Sialang (Foto: National Geographic Indonesia)



Tim Balai Konservasi Peninggalan Borobudur menemukan sistem penguburan masa praaksara di Situs Gua Harimau. Lokasi ini tepatnya ada di perbukitan karst sekitar 3 km di Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan. Gua ini berada di sebelah barat Gua Putri dengan titik koordinat geografis 4o 4' 25,5'' LS dan 103o 55' 52'' BT. Penemuan Gua Harimau bermula pada tahun 1990-an saat rombongan peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional sedang beristirahat makan siang di dekat Kota Baturaja, Sumatra Selatan. Pada saat itu, beberapa orang menemukan alat-alat serpih yang terbuat dari rijang (batuan keras yang biasanya terdapat dalam batu gamping) di halaman sebuah rumah makan.

Dari penemuan tersebut, para peneliti kemudian melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian pertama dilakukan pada tahun 1995 dengan menelusuri daerah aliran sungai (DAS) Ogan sepanjang 50 kilometer ke arah hilir. Hasilnya, para peneliti menemukan banyak artefak di sepanjang Sungai Ogan. Menurut Truman Simanjuntak (2017:3), penemuan artefak paling banyak ditemukan tepatnya di Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan. Setelah penelitian selama bertahun-tahun, berdasarkan informasi dari seseorang yang bernama Ferdi ditemukan Situs Gua Harimau pada tahun 2008 (Aloysius, 2016:7).


Setelah itu dilakukan ekskavasi dalam waktu empat tahun, yaitu sejak 2010 hingga 2014. Dari upaya ini berhasil ditemukan sejumlah alat batu, sisa-sisa binatang, tembikar, dan artefak logam. Penemuan lain yang lebih mencengangkan adalah ditemukannya 78 kubur manusia purba dengan berbagai bentuk dan posisi. Selain itu, Aloysius (2017:13) juga menerangkan bahwa di dalamnya juga ditemukan barang-barang yang ikut dikubur atau sering disebut dengan bekal kubur.


Banyaknya temuan purbakala di Gua Harimau dapat kita kaitkan dengan letaknya yang berada di lokasi strategis. Situs ini berjarak sekitar 50 meter di atas aliran sungai sehingga kebutuhan sumber air minum dan sumber pangan terpenuhi. Kemudian, letaknya yang berada di lereng perbukitan membuat Gua Harimau mempunyai benteng alami sebagai perlindungan dari binatang buas serta memiliki jangkauan pandang ke wilayah sekitarnya.


Temuan-temuan purbakala di Gua Harimau diidentifikasikan memuat keberadaan empat periode perkembangan budaya. Paleolitik terakhir di lapisan bawah dengan awal perkembangan yang masih dalam penelusuran, berlanjut pada budaya Praneolitik, dan selanjutnya budaya Neolitik yang kemudian berkembang pada budaya Paleometalik, sebelum memasuki zaman sejarah. Namun, budaya yang paling menonjol adalah Neolitik dan Paleometalik. Hal ini berkaitan dengan penemuan 78 kubur manusia purba.


Berdasarkan klasifikasi sistem penguburan prasejarah di Indonesia menurut R.P Soejono, kubur di Gua Harimau terdiri dari kubur primer, kubur sekunder, dan kubur campuran. Dilihat berdasarkan jumlah manusia yang dikuburkan terdapat tiga jenis penguburan di Gua Harimau, yaitu:

  1. Kubur tunggal : jumlah manusia yang dikubur hanya satu.
  2. Kubur pasangan : jumlah manusia yang dikubur ada dua.
  3. Kubur kolektif : jumlah manusia yang dikubur lebih dari dua.


Dalam sistem penguburan manusia purba terdapat dua posisi kerangka, yakni posisi terlentang dan meringkuk atau terlipat.


Para peneliti menemukan 9 kubur kolektif yang terdapat sekitar 27 individu. Semuanya dikubur dalam posisi terlentang. Akan tetapi, individu pasangannya dikuburkan dalam kubur primer ataupun sekunder yang sekarang tinggal potongan tulang belulang. Selanjutnya, ditemukan 21 kubur tunggal dan kolektif sekunder yang dikubur dalam posisi terlentang. Terdapat temuan satu kubur tunggal dalam posisi terlentang sedikit miring. Juga terdapat penguburan terlipat dengan posisi tubuh bagian kanan ada di bawah dan tubuh bagian kiri ada di atas.


Khusus untuk kubur pasangan dan kolektif terdapat dua macam bentuk penguburan manusia purba, yaitu sejajar dan bertumpuk. Terdapat tujuh kubur pasangan yang terdiri dari lima bentuk penguburan sejajar dan dua bentuk penguburan bertumpuk. Lalu, dari 9 kubur kolektif terdapat 11 individu yang dikubur sejajar dan 6 kelompok dikubur bertumpuk. Akan tetapi, ditemukan juga kubur pasangan laki-laki dan perempuan dalam posisi terlentang namun dipisahkan dengan sebatang kayu (Aloysius, 2016:29). Kayu tersebut digunakan sebagai pembatas sekaligus penanda bahwa kelak pasangannya akan dikuburkan di sampingnya.


Berdasarkan perkembangan kebudayaan yang dilihat dari penemuan-penemuan peninggalan praaksara di Situs Gua Harimau, manusia purba pendukungnya sudah mengenal sistem kepercayaan. Posisi penguburan terlipat atau meringkuk diibaratkan sebagai penggambaran janin manusia yang sedang dalam kandungan seorang ibu. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan mengenai reinkarnasi. Dimana setiap manusia yang meninggal maka jiwanya akan kembali pada ibu pertiwi dan dapat dilahirkan di masa kehidupan selanjutnya. Sementara itu, banyaknya temuan kubur pasangan dan kolektif juga didasarkan pada kepercayaan bahwa akan ada kehidupan setelah kematian. Dipercaya dengan dilakukannya penguburan beberapa manusia dalam satu lubang maka kebersamaan mereka di dunia juga akan berlanjut ke kehidupan setelah kematian.


Tradisi penguburan masa praaksara selain dilihat dari jumlah, posisi, dan bentuknya juga dapat diteliti dari barang-barang yang ikut dikubur bersama manusia purba yang sudah meninggal atau sering disebut sebagai bekal kubur. Barang-barang yang menjadi bekal kubur adalah peralatan rumah tangga yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti gerabah atau wadah yang berbentuk seperti guci terbuat dari tanah liat. Juga terdapat spatula atau sendok yang terbuat dari besi. Kemudian, ada pula alat-alat senjata seperti beliung persegi dan kapak perunggu kecil.


Tidak hanya alat kehidupan sehari-hari, diperoleh temuan perhiasan berupa gelang perunggu. Ditemukan juga cangkang binatang moluska atau hewan sejenis siput. Jarak antara Gua Harimau dengan pantai atau laut sangat jauh mengakibatkan temuan berupa cangkang hewan laut itu dianggap sebagai perhiasan atau pun barang yang dahulu dianggap sangat berharga. Truman (2017:11) menerangkan bahwa Situs Gua Harimau terdapat sekitar 9 individu yang dikubur bersama dengan bekal kubur berupa cangkang-cangkang kerang. Sedangkan, untuk gelang perunggu terdapat di lengan kiri dari tiga individu manusia purba.


Sementara itu, selain bekal kubur seperti di atas, ditemukan bekal kubur berupa tulang belulang ekor monyet panjang. Hematit atau sisa-sisa organik dari tumbuh-tumbuhan ditemukan di sekitar area penguburan dan diduga digunakan untuk ritual tradisi penguburan. Sesuai dengan sebutannya, menurut kepercayaan manusia purba jaman dahulu bekal kubur digunakan sebagai perbekalan di perjalanan untuk menuju kehidupan yang baru. Oleh karena itu, banyaknya barang-barang yang ikut dikubur bersama jasad manusia purba yang meninggal sangat banyak dan beragam sehingga perbekalan tersebut akan cukup selama perjalanan. Hal ini juga didasarkan pada sistem kepercayaan manusia purba pendukung di Gua Harimau yang percaya pada kehidupan setelah kematian dan kelahiran kembali atau reinkarnasi.


Referensi



Rientania Nuhanida S

Editor: Irfan Arfianto

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar