Orasi dalam Aksi Wadas Menggugat di Tugu pada Selasa (22/3) |
Seruan aksi serentak berskala nasional pada Selasa (22/3)
yang dilaksanakan di Tugu Yogyakarta berlangsung damai. Aksi tersebut dimulai
pada pukul 2 siang. Pada unjuk rasa kali ini, tema yang diusung adalah Wadas Menggugat: Tanah Adalah Nyawa.
Selain tuntutan soal Wadas, permasalahan lain yang juga diangkat ialah Pedagang
Kaki Lima (PKL) yang terkena imbas relokasi ke Teras Malioboro.
Jika menilik kebelakang, relokasi PKL sepanjang Jalan
Malioboro ke bangunan baru menuai pro dan kontra di kalangan pedagang. Gedung
baru yang bernama Teras Malioboro ini dibangun oleh Pemerintah Daerah DIY guna
mewujudkan program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Pernyataan ini
diafirmasi oleh Wetub selaku perwakilan LBH Yogyakarta yang turut serta
meramaikan aksi pada hari itu..
KSPN merupakan program pemerintah dalam upaya
meningkatkan sektor periwisata nasional guna menambah pendapatan negara. Hal
tersebut diwujudkan dengan pembangunan fasilitas pendukung pariwisata di
beberapa daerah, tak terkecuali Yogyakarta.
“Menurut pemerintah, KSPN akan menaikkan pamor
pariwisata di Yogyakarta. Namun, di sisi lain kebijakan ini dianggap merugikan
rakyat. Relokasi secara sepihak atau dapat dikatakan penggusuran (re: menurut
rakyat) berdampak pada turunnya pendapatan pedagang,” ujarnya
Penataan PKL di sepanjang trotoar Malioboro menjadi
upaya pemerintah guna menguatkan kearifan lokal dan juga bagian dari
perencanaan Kawasan sumbu filosofi DIY. Itulah yang menjadi modal guna mendukung
pengajuan sumbu filosofi DIY sebagai warisan dunia ke UNESCO. Diharapkan
kedepannya sektor pariwisata Yogyakarta akan semakin dikenal oleh wisatawan
mancanegara.
“Serupa dengan kawasan Borobudur yang terdaftar
sebagai situs budaya warisan dunia. Daerah sumbu filosofi DIY, khususnya
Malioboro rencananya akan didaftarkan ke UNESCO. Hal ini bertujuan agar
pariwisata di Yogyakarta diakui oleh dunia internasional,” tambah Wetub
Berdasarkan
wawancara yang dilawatkan oleh wartawan Philosofis, Wetub menjelaskan
bahwa kebijakan KSPN sangat merugikan rakyat di berbagai daerah. Sebab, dalam
pelaksanaannya tak jarang mengusir rakyat dari tanah miliknya sendiri.
“Berbicara
tentang perampasan lahan dan ruang hidup, tak hanya terjadi di Wadas. Akan
tetapi, banyak daerah lain yang dirampas tanahnya sebagai tumbal proyek
strategis nasional. Salah satu contohnya ialah perampasan tanah rakyat di Kulon
Progo untuk pembangunan Yogyakarta International Airport (YIA).”
Pembangunan
YIA kemudian merembet pada kebutuhan air dan listrik. Guna pemenuhan kebutuhan
itu, pemerintah berencana membangun Bendungan Bener di Purworejo. Namun, proyek
KSPN tersebut sampai saat ini masih menjadi sengketa akibat penolakan rakyat
yang terancam dirampas tanahnya.
“Pembangunan
Bendungan Bener belum dapat direalisasikan, ini disebabkan penolakan warga
Wadas atas pembukaan tambang Andesit yang merupakan salah satu komoditas utama
material bendungan.”
Pada hari yang sama,
asosiasi pedagang datang untuk menyuarakan aspirasinya di depan Kantor Walikota
Yogyakata. Hal ini didasari oleh himpitan ekonomi, ketidakpastian hukum, dan
PPKM yang terus diperpanjang karena pandemi Covid-19. Pernyataan tersebut
sesuai dengan yang dituturkan oleh Rian Shantula selaku Humas aksi, saat
diwawancarai oleh wartawan Philosofis.
“Pagi tadi para PKL
menggelar aksi unjuk rasa didepan Kantor Walikota Yogyakarta. Mereka
menyampaikan perihal kepastian bekerja dan berjualan pasca relokasi. Perlu kita
ketahui masih banyak hal yang tidak terekspos di kota ini, khususnya eksistensi
pedagang. Saya contohkan, para pedagang Sunday
Morning (Sunmor) di UGM, yang tidak memiliki tempat jualan.”
Unjuk
rasa ini juga bertepatan dengan pertemuan G20 yang dilaksanakan di Yogyakarta.
G20 merupakan perkumpulan perwakilan negara ditambah Uni Eropa guna mewujudkan
stabilitas keuangan internasional.
“Acara
hari ini, masih menjadi satu rangkaian dengan peringatan International Women’s Day yang diselenggarakan 8 Maret 2022.
Termasuk peringatan satu bulan pengepungan Desa Wadas oleh aparat pada 8 Februari.
Kami memilih tanggal 22 Maret 2022, karena bertepatan dengan pertemuan G20. Ini
merupakan momentum yang tepat untuk menyampaikan aspirasi rakyat,” katanya
Nadia
Nur A
Wartawan
: Nadia Nur A, Risti Ika Putri (Magang), Ahmad Nur Alamsyah.
Editor
: Rachma Syifa Faiza R, Irfan Arfianto