XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Mandala Krida Menjadi Saksi Perdamaian Suporter Pasca Tragedi Kanjuruhan

Beberapa kelompok suporter berfoto bersama di Mandala Krida (4/10)

Selasa, 4 Oktober 2022, menjadi hari bersejarah bagi insan sepak bola Yogyakarta. Pada malam itu, halaman Stadion Mandala Krida yang terletak di pusat kota menjadi saksi ketika elemen suporter sepakbola di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengadakan doa bersama merespon pecahnya Tragedi Kanjuruhan. Peristiwa hitam dalam dunia sepakbola Tanah Air itu menjadi memori kelam bagi rakyat Indonesia, terlebih bagi penikmat sepakbola.

Pada Selasa malam, suporter yang datang dari segala penjuru mata angin memadati jalanan di sekitar Stadion Mandala Krida. Rombongan suporter tampak memasuki stadion dari gerbang sebelah barat. Raut wajah para suporter malam itu menunjukkan ekspresi simpatik saat perjalanan menuju tempat acara, bahkan beberapa suporter nampak meneteskan air mata harunya.

Di sepanjang jalan menuju Stadion Mandala Krida, atribut-atribut yang merepresentasikan klub dengan berbagai warna bersebelahan rapi. Tidak ada rasa takut ketika enunjukkan klub kebanggaan mereka masing-masing.

Dalam acara doa bersama itu, elemen suporter yang hadir ialah Brajamusti dan The Maident sebagai wadah pendukung PSIM Yogyakarta. Kemudian terdapat suporter PSS Sleman, yaitu Brigata Curva Sud (BCS) dan Slemania. Terakhir terdapat Paserbumi dan Curva Nord Famiglia (CNF) yang merupakan pendukung fanatik Persiba Bantul. Di samping itu, hadir pula perwakilan Pasoepati, suporter dari Persis Solo.

Hal yang begitu indah dan damai terlihat kala suporter PSIM Yogyakarta, Brajamusti, berdampingan dengan Pasoepati, suporter Persis Solo. Kedua tim ini dikenal sebagai rival bebuyutan. Pun dengan suporter PSS Sleman, Brigata Curva Sud (BCS) dan Slemania. Mereka terlihat menyapa, saling rangkul, dan bersalaman satu sama lain.

Hal ini menggambarkan bahwa di antara mereka terdapat hubungan laiknya saudara. Tentu saja peristiwa yang terjadi kala itu kontras dengan relasi antarsuporter di DIY sebelumnya. Gesekan-gesekan sudah menjadi agenda rutin yang sudah menjadi tradisi bila kompetisi sepakbola digulirkan.

Nyanyian-nyanyian para suporter tak henti mereka teriakkan ketika akan memasuki kompleks Stadion Mandala Krida. Penggalan nyanyian “Di sini Jogja, di sana Solo, di mana-mana kita saudara oooo…” terdengar jelas di kerumunan para suporter. Selain itu, anthemSalam Satu Jiwa” dan chantsYou’ll Never Walk Alone” juga mereka nyanyikan sebagai bentuk solidaritas dan penyemangat kepada suporter Arema FC. 

Momen itu juga dimanfaatkan oleh beberapa kelompok suporter untuk foto bersama. Dalam kesempatan yang langka, tidak hanya pendukung PSIM, PSS, Persiba, dan Persis saja. Selain nama-nama yang telah disebutkan, nampak pula pendukung PSIS Semarang, Panser Biru, Bonek, dan The Jak tampak hadir di Mandala Krida. Beberapa suporter Arema FC, Aremania pun juga datang.

Setelah beberapa wadah suporter sepakbola hadir, acara doa bersama untuk korban Tragedi Kanjuruhan dimulai dengan Salat Ghaib. Pada pukul 18.30 WIB, Salat Ghaib dilaksanakan dan berakhiur sekitar pukul 19.00 WIB.

Seusai Salat Ghaib, perwakilan suporter PSIM menyampaikan sambutan dan ucapan terima kasih kepada seluruh elemen suporter yang telah hadir di Stadion Mandala Krida. Lalu sambutan dari perwakilan kepolisian Kota Yogyakarta dan pengurus Asosiasi Provinsi PSSI DIY.  Selanjutnya, acara doa bersama ini diisi tausiyah dari Ustadz Salim A. Fillah.      

Di sela tausiyah, wartawan Philosofis membuka obrolan dengan salah seorang suporter PSIM bernama Indra Kuncung. Tidak dapat dipungkiri bahwa ekspresi pria paruh baya ini menunjukkan rasa antusias dengan berkumpulnya seluruh elemen suporter di Mandala Krida saat itu. 

Ia menceritakan bahwa peristiwa itu menjadi mimpi yang terwujud karena beberapa kelompok suporter dapat menjalin komunikasi kembali. Pria yang mengalungkan syal PSIM Yogyakarta di lehernya itu juga menjelaskan bahwa kejadian di Malang jangan sampai terulang kembali. 

“Semoga seluruh suporter di Indonesia, tekhusus DIY dan Jawa Tengah bisa tetap bersatu,” ucapnya dengan antusias. Kemudian, Indra menutup percakapan dengan harapan, “Seduluran sak lawase, nyawiji dadi siji.” 

Tausiyah yang berlangsung hampir 20 menit pun berakhir. Seusainya tausiyah, acara memasuki sesi doa bersama yang disertai penyalaan lilin untuk korban Insiden Kanjuruhan. 

Syal Arema Malang dan poster usut tuntas yang dikelilingi lilin ketika doa bersama (4/10)

Doa dipimpin langsung oleh Ustadz Salim A. Fillah dan diikuti oleh massa suporter.  Mereka tampak khidmat dalam melangitkan doa. Beberapa supporter bahkan tak kuasa membendung tangis mereka, terutama perwakilan suporter Arema FC. 

Lagu Indonesia Pusaka pun berkumandang secara serentak setelah lantunan doa dari suporter usai. Nyala cahaya dari lilin-lilin mengiringi lagu Indonesia Pusaka. Lewat lagu tersebut, momen persatuan malam itu begitu terasa. Suasana hangat itu rasanya memecah kedinginan pada malam hari. Para suporter dengan warna kebanggaan dan klub yang berbeda bisa berdampingan bersama dengan hangatnya. 

Setelah itu, para suporter tidak lantas meninggalkan tempat. Mereka memanfaatkan waktu itu untuk berbincang dan foto bersama. Pada kesempatan itu juga, perwakilan dari suporter, terutama suporter dari kawasan DIY dan Jawa Tengah angkat bicara kepada rekan media mengenai aksi doa bersama tersebut. Burhanuddin, perwakilan suporter PSIM Yogyakarta menyampaikan rasa syukurnya karena dari banyak elemen suporter bisa berkumpul. 

Alhamdulilah acara malam ini berjalan sukses, walaupun masih diselimuti rasa duka cita,” ujarnya dengan seragam birunya. Ia juga berharap bahwa pertemuan antar suporter ini bisa dilakukan lagi kedepannya. 

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan suporter Persis Solo, Maryadi, mengungkapkan harapan agar selalu berhubungan baik antar suporter di Jateng dan DIY.

“Kami sepakat damai, ini suatu hal yang luar biasa bagi suporter Indonesia,” ujarnya kala memegang mic di tangan kanannya. 

Selanjutnya, giliran perwakilan suporter PSS Sleman yang diwakili oleh Zulfikar. Ia berujar bahwa pertemuan antarsuporter ini adalah pertemuan yang organik sekaligus menjadi momentum perdamaian suporter.

Pembicaraan kemudian ditutup oleh John Andri, perwakilan dari Paserbumi. Ia mengucapkan banyak terima kasih karena sudah membuat acara pertemuan suporter yang hangat.

“Malam ini, semuanya sepakat untuk berdamai. Kami (Paserbumi) hanya menginginkan persaudaraan tanpa ada kekerasan atau kematian,” ucapnya. 

Kondisi di halaman parkir Stadion Mandala Krida masih penuh sesak meski acara doa bersama telah usai. Beberapa suporter bernyanyi untuk menguatkan dan memberi dukungan bagi suporter Arema FC.

Terdapat sebuah pemandangan menarik ketika supoeter PSIM, PSS, dan Persis saling menyanyikan anthem klub masing-masing. Lantunan Anthem yang berasal dari tiga klub itu tidak diwarnai ujaran kebencian satu sama lain. Hal ini menguatkan esensi dari pertemuan sebagai tanda perdamaian antarsuporter.

Terlihat pula beberapa perwakilan suporter Arema melingkarkan syal dan bendera Arema FC yang dipenuhi nyala lilin. Mereka duduk mengitari bendera dan syal itu sambil memanjatkan doa untuk korban Tragedi Kanjuruhan. Awak Philosofis pun mencoba meminta keterangan dari suporter Arema, yakni Irul, anggota Aremania Koordinator Wilayah (Korwil) Yogyakarta.

Suporter lain bersolidaritas dengan Aremania karena Tragedi Kanjuruhan (4/10)

“Ini adalah aksi solidaritas dari suporter seluruh Indonesia untuk kejadian di Kanjuruhan. Ini bukan hanya isu antar suporter, namun juga kemanusiaan,” ujar pria berkacamata itu.

Irul menambahkan bahwa Tragedi Kanjuruhan tidak hanya dirasakan oleh Aremania saja, tetapi seluruh pencinta sepak bola Indonesia. Selain itu, ia menegaskan bahwa rivalitas cukup 90 menit di lapangan, selebihnya kembali bersaudara. Di akhir percakapan, Irul berharap bahwa Tragedi Kanjuruhan ini harus diusut secara tuntas.

“Harus segera diusut tuntas. Seharusnya pemerintah bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan ini,” tuturnya.

Massa suporter acara doa bersama ini kemudian mulai meninggalkan Stadion Mandala Krida pada pukul 21.30 WIB. Pemandangan dan suasana Kota Yogyakarta malam itu penuh kedamaian. Tidak ada konflik yang terjadi. Pada akhirnya, Stadion Mandala Krida akan dikenang sebagai saksi berdamainya elemen suporter  di DIY dan Jawa Tengah.


Kartiko Bagas
Reporter: Adam Yogatama, Kartiko Bagas
Editor: Aisya Puja Ray
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar