![]() |
Ondong memancing dengan alat pancing sederhana yang terbuat dari botol dan senar (09/01/23). Foto: Dewa Saputra |
Ondong cemas, air laut kian naik diluar dugaan mereka. Meski telah membuat gladak dengan meninggikan rumah panggung dan jalan yang terbuat dari papan kayu, bahkan kini air laut dapat mengungguli gladak. Rob secara perlahan menenggelamkan perekonomian, ruang hidup, dan segala hal tentang desanya.
Warga Dukuh Timbulsloko tidak dapat berbuat banyak menghadapi kondisi desanya kini. Ondong, salah satu warga juga bersaksi, ia hanya bisa menerima keadaan sembari bertahan dengan kondisi sempoyongan. Sebab, kebijakan pemerintah desa yang seharusnya memberi kejelasan justru membuat dirinya bingung.
“Pemerintah itu harus adil, tapi selain adil, karena di sini lebih membutuhkan (pembangunan), jadi di sini dulu yang seharusnya diprioritaskan. Misal kalau di desa lain membutuhkan, tapi kan di sana ibaratnya mereka masih bisa tidur. Kalau misal gak terlalu enak ya gapapa dinikmati dulu,” ujar Ondong dengan nada tegas dan wajah serius.
Kini, tak mudah menjalankan kehidupan di Dukuh Timbulsloko. Mata pencaharian ekonomi pertanian telah direnggut oleh rob, ruang hidup semakin sempit. Bahkan badai kerap menghampiri menjelang tahun baru 2023, membuat tidur dan hidup mereka tidak tenang.
Beberapa warga yang memiliki uang, lebih memilih untuk pindah dari Dukuh Timbulsloko. sedangkan yang lain, hanya bisa bertahan dan mengupayakan kehidupannya sendiri.
Melihat keadaan Dukuh Timbulsloko, Pemerintah Daerah Demak tak ambil diam, mereka sempat memberi tawaran. Warga diberi pilihan untuk bedol desa (relokasi). Namun, anggota dewan dan pejabat setempat menyebut, faktor sejarah mengalahkan opsi relokasi. Warga menolak relokasi.
“Memang tadinya ada rencana relokasi, dipindahkan tempat. Lurah buka suara kalau relokasi tidak seharusnya dilakukan. Digondeli (tertahan), karena nama kelurahan Timbulsloko diambil dari desa ini. Kalau desa ini ngga ada terus nanti kelurahan mau dinamakan desa apa?” Ondong memepertegas.
Tak mampu Menambal Biaya Tambahan Untuk Relokasi
![]() |
Anak-anak bermain Lato-Lato di atas jalan gladak, tak ada ruang untuk bermain bagi mereka (10/01/23). Foto: Dewa Saputra |
Kenaikan air laut di Dukuh Timbulsloko perlahan-lahan semakin mengkhawatirkan. Relokasi menjadi pilihan yang harus mereka ambil.
Menurut Ashar, seorang warga yang juga terdampak rob, rencana relokasi sudah digaungkan sebelum tahun baru 2022. Sekitar bulan November-Desember. Namun, ia dan warga lain urung melakukan relokasi.
“Rencana relokasi dilakukan oleh Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Rumah akan dibuatkan, kebutuhan air juga disediakan. Tetapi, tanah yang digunakan untuk mendirikan rumah mengangsur,” ucap Ashar menjelaskan.
Rencana relokasi membuat angin segar bagi Ashar dan warga lain. Namun, mereka harus mengangsur tanah tempat berdirinya bangunan relokasi. Ashar mengurungkan niat mengetahui ia harus merogoh uang pribadi mengangsur tanah.
“Saya tidak kuat kalau disuruh mengangsur tanah (tempat relokasi). Lah angsuran BPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor) milik ayah saya yang dibuat jaminan hutang saja tidak kuat menebusnya,” tegas Ashar sembari pasrah merelakan surat kepemilikan kendaraan bermotor ditahan rentenir.
Jumlah yang perlu dibayar untuk menebus BPKB ayah Ashar Rp223 ribu. Ia tak mampu membayarnya. Tawaran mengangsur relokasi tak mampu ia ambil. Ia berharap persetujuan lain untuk relokasi.
“Yang saya dan warga lain minta itu tanah dan material diberikan, meski material bangunan tidak seberapa. Kalau materialnya kurang, nanti kita bangun perlahan. Kalau mengangsur tanah, secara pribadi saya tidak kuat membayarnya,” Ashar mempertegas keinginannya jika dilakukan relokasi.
Ia dan warga lain berharap: jika relokasi amat berat bagi mereka, hingga akhirnya tidak mampu melakukannya. Ia ingin kampungnya menjadi prioritas dalam menanggulangi kenaikan air laut. Ruang hidup amat sempit bagi mereka. Ditambah, ruang berkumpul bagi warga dan bermain bagi anak-anak tidak ada. Hal tersebut memberi keprihatinan mendalam baginya.
Dewa
Saputra
Reporter:
Dewa Saputra
Editor:
Rachma Syifa Faiza Rachel