XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Proyek Dekolonisasi dalam Pementasan Karya Seni Biennale Jogja 2023

Press Media pada 04Oktober 2023 bertempat di Taman Budaya Yogyakarta. Pameran Biennale Jogja 17 akan berlangsung pada 06 Oktober hingga 25 November 2023 di Taman Budaya Yogyakarta, Desa Panggungharjo, dan Area Pabrik Gula Madukismo. (Foto: Gilang Kuryantoro)

Biennale Jogja 17 mengusung tema utama Translokalitas dan Transhistorisitas dengan tajuk Titen: Pengetahuan Menumbuh, Pijakan Berubah yang dibuka pada 6 Oktober 2023. Berbeda dengan pagelaran sebelumnya, kali ini Biennale menggagas ulang desa dan masyarakat sebagai pelaku seni. Selain itu, masyarakat diajak langsung terlibat dalam penyelenggaraan pameran.

Panggungharjo dan Bangunjiwo adalah dua dari tiga tempat diadakannya Biennale Jogja 17. Pemilihan dua desa itu bukan tanpa alasan. Konsep menggagas ulang desa dan masyarakat menjadi alasan utamanya. Realisasi tempat itu bertujuan untuk mendekatkan karya seni dengan penciptanya, yakni masyarakat. Mendekatkan pameran seni dan masyarakat ini juga menjadi upaya agar masyarakat mendapat keuntungan secara langsung dari pagelaran dengan prinsip sirkular ekonomi.

“Orang-orang mungkin tidak terbiasa melihat tempat-tempat seperti itu (desa -Panggungharjo dan Bangunjiwo- sebagai penciptaan seni: red) sebagai seni. Jadi tema yang dibawakan sangat lokal. Itu yang membedakan dengan pagelaran Biennale sebelumnya,” ucap Alia Swastika setelah acara konferensi Pers Biennale pada hari Rabu, 04 Oktober 2023.

Kolaborasi dengan masyarakat lokal memang telah terjalin di pagelaran Biennale sebelumnya. Namun, yang membedakan di pementasan kali ini adalah karya yang dihasilkan tidak langsung dipindahkan ke galeri. Sehingga masyarakat atau pelaku seni bisa mengambil bagian langsung ketika pameran seni dilangsungkan

Salah satu kurator Biennale Jogja 17, Hit Man Gurung, sedang menjelaskan karya seni yang ia bawakan bertempat di The Ratan (Kampung Mataraman). (Foto: Gilang Kuryantoro)

Selain memangkas jarak antara pementasan seni lokal dengan esklusivitas galeri, pagelaran Biennale Jogja 17 kali ini turut berdampak langsung secara ekonomi di masyarakat. Sebab, mulai dari persiapan hingga pementasan masyarakat terlibat langsung.

“Seniman dan teman-teman produksi mencari bahan untuk perelengkapan pameran dari daerah situ—Bangunjiwo. Tukang yang menggarap pameran, penjaga, dan lainnya kita juga menggunakan jasa dari situ (desa Panggungharjo dan Bangunjiwo).  Berbeda dengan tahun lalu yang kita menggunakan volunteer. Tapi kali ini kita bekerja sama dengan warga desa dan karang taruna, jadi warga juga mendapatkan dampak langsung dan terlibat langsung dalam penyelenggaraan Biennale Jogja 17, mereka (masyarakat desa yang terlibat: red) bukan sebagai penonton lagi di sini,” Alia menjelaskan.

Senada dengan Alia, Monica Hapsari, seniman multimedia yang juga terlibat dalam penggarapan Biennale Jogja 17 menambahkan, bahwa seniman dari luar daerah justru lebih berperan pada penggalian potensi seni lokal. Masyarakat desa menciptakan seni mereka sendiri dan telibat langsung dalam penciptaan seni kali ini. Sehingga pemilihan tempat dan keterlibatan ruang pameran dipilih secara matang sesuai dengan konsep dekolonisasi.

 

Dewa Saputra

Reporter: Dewa Saputra dan Gilang Kuryantoro

Editor: Zhafran Naufal Hilmy

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar