XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Melihat Cahaya Perdamaian Suporter Bola di Bumi Bersinar

 

Doa bersama yang diselenggarakan oleh elemen suporter Klaten di Monumen Juang 45. (Foto: Instagram alaska_psik46)

Bulan Oktober akan dikenang sebagai peristiwa yang penuh haru sekaligus membahagiakan. Setahun yang lalu, ada tiga aksi yang menandai bersatunya beberapa elemen suporter di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya, tak terkecuali Klaten. Lalu bagaimana pandangan suporter asal Klaten melihat peristiwa ini?

***

Sore itu (28/09), sebuah rumah toko (ruko) tampak ramai oleh beberapa orang. Ruko yang bernama Alaska Store berada di tepi jalan penghubung pusat Klaten dengan Kecamatan Karanganom. Tempat ini merupakan unit penjualan merchandise dari Aliansi Suporter Klaten (Alaska), wadah pendukung klub sepakbola PSIK Klaten.

Toko tersebut juga digunakan sebagai sekretariat. Terdapat kurang lebih enam orang di dalamnya. Kemudian bertambah beberapa orang datang. Sebagian besar duduk di dekat anak tangga sekaligus pintu masuk. Lainnya berada di dalam, salah satunya Julianto. Pria berusia 26 tahun itu adalah satu dari sekian anggota Alaska.

“Pasca kejadian Kanjuruhan itu ada gerakan doa bersama (dari elemen suporter di Klaten),” kata Julianto membuka percakapan.

Doa bersama dilaksanakan pada 3 Oktober 2022 di Gedung Monumen Juang 45, Klaten. Pesertanya berasal dari beberapa elemen suporter pendukung Arema, PSIK, PSIM, Persis, PSS, Persib, dan lainnya. Aksi ini merupakan tindak lanjut dari sebuah peristiwa paling memilukan dalam jagat sepakbola nasional, Tragedi Kanjuruhan. Tragedi itu menyisakan ratusan korban.

Sebelumnya, Alaska mempunyai agenda doa bersama di Stadion Trikoyo. Di sisi lain, Aremania Klaten juga demikian, tetapi lokasinya di sekitar Monumen Juang 45. Untuk menyatukan aksi yang sebenarnya memiliki esensi sama, maka diputuskan lokasi berada di Monumen Juang 45. Lokasi dipadati oleh banyak orang. Hari itu Klaten sedang memancarkan cahaya perdamaian, sesuai dengan mottonya, Klaten Bersinar.

Satu hari berselang, aksi serupa digelar di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta.  Di stadion yang dikenal sebagai homebase PSIM, ribuan massa hanyut dalam suasana duka. Mereka–yang mayoritas suporter di DIY dan Solo Raya–mengirimkan doa bersama kepada korban di Malang disusul kemauan untuk rujuk.

Pendukung klub besar di bekas Vorstenlanden, yakni Persis Solo, PSIM Yogyakarta, PSS Sleman, dan Persiba Bantul tampak menyatu. Alaska sebagai komunitas pendukung PSIK juga ambil bagian dalam peristiwa bersejarah itu. Jumlahnya tidak sebanyak komunitas suporter lainnya.

“Lima kalau gak enam orang (yang ke Mandala Krida), Mas,” tambah Roni, anggota Alaska lain.

Tidak diketahui secara pasti jumlah suporter asal Klaten–di luar Alaska–yang ikut ke Mandala Krida. Ada beberapa suporter yang ikut rombongan dari Solo.

Beberapa suporter di DIY dan Solo Raya tampak berkomitmen untuk mengakhiri pertikaian satu sama lain. Malam itu, "mitos" perdamaian akhirnya runtuh. Dari Mandala Krida, menggema "Mataram is Love". Stadion itu menjadi tempat penting karena semua suporter dari berbagai spektrum saling membuang egonya. Dua hari kemudian, aksi serupa digelar di Stadion Maguwoharjo, Sleman.

Klaten sebagai “Jalur Gaza” Konflik Suporter

Klaten merupakan wilayah yang dilewati oleh Jalan Raya Yogyakarta-Solo. Posisinya sangat strategis untuk beberapa aspek. Perebutan pengaruh suporter menjadi satu hal yang pasti terjadi. Di sini dapat ditemukan beberapa komunitas pendukung klub sepakbola, baik klub asal Solo Raya, DIY, ataupun klub di luar itu.

Sayangnya, hal ini pula yang membuat posisi Klaten menjadi rawan. Sebelum “Mataram is Love” terjadi, timbul banyak gesekan antarkomunitas. Pertandingan yang diselenggarakan di daerah lain dapat merembet ke sini. Klaten seperti wadah pelampiasan emosi.

Julianto mengingat kejadian kelam beberapa tahun silam. Kala itu terjadi bentrokan suporter sebagai dampak pertandingan PSIM kontra Persis pada lanjutan Liga 2 tahun 2019 di Stadion Mandala Krida. Situasi di arena pertandingan tidak terkendali. Waktu itu bertepatan saat ia hendak pulang dari tempat kerjanya di Bantul.

“Aku ingat ada temenku yang fan PSIM. Lalu aku mengirim kabar via WhatsApp, ‘Jangan pulang dulu, ada gegeran di Prambanan’. Sayangnya dia belum merespon,” katanya.

Pendukung Persis kala itu tidak hanya berkumpul di Prambanan saja. Tetapi ada juga yang berjaga di Tegal Mas, Klaten. Banyak orang yang menghadang. Untung temannya langsung memberikan balasan bahwa dia masih di Stadion Mandala Krida.

Julianto menyarankan dia untuk lewat jalan di luar Klaten supaya lebih aman. Akhirnya alternatif yang dipilih ialah lewat Patuk, Gunungkidul. Pilihan itu diambil sebab ia membawa teman yang banyak. Melewati Jalan Raya Yogyakarta-Solo yang membelah Klaten tentu sangat berisiko.

“Meski kita memiliki rivalitas, tapi kalau temenku ya temenku,” ucap Julianto yang juga menyukai Persiba Bantul.

Konflik antarpendukung klub di Klaten tidak hanya saat pertandingan saja. Dahulu pernah terjadi gesekan ketika suatu kelompok suporter yang melangsungkan nonton bareng (nobar). Ketika sedang asyik nobar, mereka diserang suporter rival.

Karena banyak konflik antarsuporter di Klaten, maka daerah ini disebut sebagai “Jalur Gaza”. Jalur Gaza sebenarnya merujuk pada sebuah wilayah yang menjadi medan pertempuran antara Palestina dengan Israel. Namun, istilah ini kemudian diadopsi untuk mendefiniskan Klaten yang memiliki banyak komunitas suporter, tetapi saling bertikai.

“Dulu (Klaten) terkenal sebagai ‘Jalur Gaza’, sekitar 2017 ke bawah,” kata Julianto.

Nanang (31), teman Julianto, menambahkan bahwa istilah itu merujuk sekitar 2013-2014. Tidak diketahui siapa yang pertama kali menggunakan istilah ini guna menyebut posisi Klaten dalam percaturan wilayah suporter.

Istilah ini akhirnya diterima dengan cepat oleh mayoritas suporter di Klaten. Penggunaannya tidak spesifik merujuk pada rivalitas di eks Kesultanan Mataram semata, tetapi lebih luas.

"Soalnya tempur-nya sering di Klaten. Tidak hanya Derby Mataram, hampir semua," terang Nanang.

Selain cerita dari Julianto, ada pula kisah Roni. Sebagai anggota Alaska sekaligus Viking Klaten, sebutan fans Persib Bandung di Klaten, ia punya memori tidak menyenangkan. Saat itu ada perhelatan Inter Island Cup 2014, turnamen pramusim untuk kesebelasan liga teratas. Tim yang bertanding adalah Persib kontra Persik Kediri. Laga yang dilangsungkan di Stadion Manahan, Solo, berakhir dengan kemenangan tim asal Kota Kembang dengan skor tipis, 3-2.

Seusai pertandingan, ia dan rombongan menaiki truk untuk pulang ke rumah masing-masing. Ketika melewati depan SMK Kristen 1, Gumulan, Kecamatan Klaten Tengah, truk dilempari bom molotov oleh Jakmania Klaten, suporter Persija.

"Dari Solo pulang ke Klaten. Kejadiannya di (depan) SMK Kristen 1," kata Roni.

Sontak mereka pun panik. Dalam insiden ini, satu orang terkena luka bakar dan dilarikan ke rumah sakit terdekat guna mendapat pertolongan. Dalam kasus ini, Roni yang ada di dalam truk hanya mengalami luka ringan.

Perdamaian di Mata Suporter Klaten

Keberadaan beraneka ragam wadah pendukung bola menjadi ciri khas yang unik dari Klaten. Semua spektrum aliran yang dianut suporter mudah ditemukan. Bendera yang berkibar di jalan atau mural di tembok adalah tanda eksistensi mereka. Wilayah teritorinya pun tidak terpusat di jantung kabupaten saja, tetapi menyebar ke seluruh penjuru wilayah.

Fenomena ini tidak jarang memunculkan rivalitas. Pada akhirnya rivalitas ini berujung pada tindak kekerasan. Julianto mengatakan bahwa kebiasaan ini akan membawa efek buruk ke depannya.

“Kalau bicara rivalitas, kita bisa jadi korban atau pelaku. Kita juga gak bisa milih. Kita (harus) berpikir sepakbola bukan milik kita, tapi penerus-penerus kita,” tutur Julianto.

Julianto (jersey kuning) dan beberapa anggota Alaska. (Foto: Yoga Hanindyatama)

Momen “Mataram is Love” yang tercipta pada 4 Oktober 2022 lalu ternyata memberikan dampak positif bagi suporter di area Klaten. Sejak deklarasi damai itu, Julianto belum mendengar sweeping-sweeping yang terjadi. Biasanya, ketika tim-tim di sekitar Klaten sedang bertanding, pasti ada sweeping di beberapa titik.

Jika ditarik beberapa tahun ke belakang, suporter juga harus mencari jalan tikus apabila tim kesayangan mereka bertanding. Tujuannya untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Ada beberapa konflik yang luput dari amatan media. Julianto merasa bahwa sekarang ia tidak merasa khawatir jika melintas di Yogyakarta.

“(Sekarang) tidak ada was-was. Sebelum (adanya) ‘Mataram is Love’, suporter di wilayah Mataram (Yogyakarta dan Solo) itu masih ada was-was, tetapi itu risiko,” ucapnya.

Nanang mengakui banyaknya komunitas di Klaten merupakan tantangan. Hal ini disebabkan oleh relasi yang terbangun, seringkali tidak harmonis. Ada banyak dinamika persuporteran di sini.

Beberapa tahun sebelum "Mataram is Love", suporter di Klaten pernah mengadakan pertandingan futsal bersama. Hal ini dipandang sebagai sarana untuk menjalin silaturahmi satu sama lain.

Lalu, setelah gerakan aksi damai di Yogyakarta, Nanang berharap warisan ini dapat dijaga oleh penerusnya. Ia mengatakan bahwa tradisi buruk berupa kebencian antarsuporter harus dihilangkan. Jika ini dilanjutkan, maka akan menjadi sesuatu yang aneh. Menurutnya tiap pihak pasti memiliki sisi baik, tidak hanya sisi buruk saja. Nanang sempat teringat perkataan seseorang berkaitan dengan dinamika suporter di Klaten.

“Dulu ada yang nyeplos, masalah bisa besar di Klaten dan selesai di Klaten. Itu sekitar 2013 atau 2014,” ujar Nanang.

 

Yoga Hanindyatama

Reporter: Yoga Hanindyatama

Editor: Aisya Puja

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar