XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Buruh Teriak Kelayakan Upah, Hingga Penuntasan RUU PPRT

Peserta Aksi Melakukan Long March (Foto : Reporter Philosofis)

Pada peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2024, massa aksi memadati Titik Nol.Sebelumnya mereka melakukan longmarch sepanjang jalan Malioboro, kemudian menyuarakan aksi di Titik Nol. Mereka menyerukan upah yang layak hingga perlindungan pekerja.

Massa yang berkumpul berasal dari berbagai serikat, seperti Asean Trade Union Council (ATUC), Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), dan lain sebagainya. 

Di tengah terik matahari yang menyengat, sejumlah massa aksi lain bergabung dari wilayah Malioboro menuju Titik Nol. Orasi yang disuarakan terus berkumandang di sepanjang Malioboro hingga Titik Nol. Bahkan saat berada di depan Kantor Gubernur DIY, mereka menyuarakan beberapa isu utama. 

Salah satunya, refleksi upah buruh dengan kenaikan biaya hidup, termasuk biaya pendidikan. Kenaikan biaya pendidikan sekitar 6% pertahun menurut survei Kompas, tidak sebanding dengan kenaikan upah buruh yang relatif rendah, sekitar 100 ribu pertahun. Sehingga upah yang diterima sekitar 2 juta rupiah, buruh Jogja tidak berkesempatan membiayai sekolah anaknya ataupun memiliki aset rumah.

Derita ini semakin besar dialami oleh pekerja informal. Menurut Jumiyem, koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), menyebut banyak buruh kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Lalu upah yang minim menyulitkan mereka untuk berdikari, atas kepemilikan rumah. 

"Upah minim yang mereka (buruh informal) terima, tidak sebanding dengan kebutuhan hidup. Bahkan saat ini, mereka banyak yang menumpang di rumah orang tuanya, tidak sedikit pula yang memilih ngekos. Sehingga upah yang mereka terima, tidak memungkinkan untuk memiliki hunian tetap," ungkap Jumiyem dengan nada lirih.

Hal ini semakin menyulitkan, tatkala biaya pendidikan juga semakin membumbung tinggi. Situasi ini menyulitkan posisi buruh dalam memperbaiki kesejahteraan keluarga. "Biaya pendidikan yang tinggi, sangat memberatkan kami (buruh) dalam menyekolahkan putra-putri kami ke jenjang yang lebih jauh,” sambungnya.

Ia juga menyoroti, masih absennya negara atas perlindungan kepada pekerja rumah tangga. Mangkraknya pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU-PRT) di DPR, memberikan gambaran atas itu. Ia berharap RUU PPRT dapat segera disahkan.

"Selain buruh formal terdapat buruh informal, salah satunya pekerja rumah tangga. Kami berharap presiden dan anggota legislatif terpilih, mampu mengesahkan draft RUU PPRT yang tidak kunjung disahkan selama 20 tahun," pungkasnya. 


Afwan Almagfuri

Editor: Wisnu Yogi


Related Posts

Related Posts

Posting Komentar