XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Carut Marut Wajib Tes Kesehatan di UNY: Ketidakpaduan Informasi Hingga Beban Akomodasi Mahasiswa Baru





Ilustrasi: Ainun Zeva, Maheswara

Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mulai menerapkan tes kesehatan bagi calon mahasiswa baru (camaba) tahun akademik 2025/2026, sebagai salah satu syarat registrasi. Kebijakan ini tertuang dalam pengumuman dengan nomor surat B/636/UN34/TM.00.04/2025, yang mensyaratkan mahasiswa baru untuk menjalani tes kesehatan dan narkoba di Fakultas Kedokteran UNY. Pemeriksaan kesehatan untuk camaba Fakultas Kedokteran dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 2025, sedangkan selain fakultas tersebut pada tanggal 23 hingga 26 Juni 2025.

UNY beralasan, kebijakan wajib tes kesehatan bagi mahasiswa baru adalah untuk integrasi data dan validitas data, serta meminimalisasi manipulasi data yang dikirimkan oleh para camaba. Selain alasan di atas,  integrasi data dari hasil tes ini juga bertujuan menstandarisasi parameter tes kesehatan dari setiap calon mahasiswa baru. Namun, pada praktiknya, kebijakan ini justru menimbulkan banyak persoalan, mulai dari informasi yang tidak jelas, hingga masalah akomodasi, dan penjadwalan yang tidak transparan.


Kebijakan yang Memberatkan Calon Mahasiswa Baru

Kebijakan ini menimbulkan kebingungan bagi camaba, terutama mereka yang berdomisili di luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Faktor jarak, waktu, biaya, serta kebutuhan akomodasi selama berada di Yogyakarta menjadi keluhan utama sebagian besar camaba.

Philosofis melakukan zoom meeting bersama beberapa mahasiswa baru yang mengeluhkan kebijakan ini. Salah satu calon mahasiswa baru, Mara (nama samaran), yang berdomisili di Lampung, mengaku keberatan dengan kebijakan tes kesehatan tersebut. Ia menilai kebijakan ini memberatkan secara finansial, khususnya dari segi biaya perjalanan dan akomodasi, terutama bagi dirinya yang berasal dari luar Pulau Jawa.

“Total biaya transportasi sudah 850-an ribu rupiah untuk PP (pulang pergi), belum termasuk makan dan lain-lain,” ujarnya.

Ia menilai total biaya yang harus dikeluarkan, termasuk akomodasi dan kebutuhan pokok lainnya justru melampaui besaran biaya tes kesehatan itu sendiri. Kebijakan ini dinilai menimbulkan beban ganda, selain tidak ekonomis dari segi finansial, juga tidak praktis dalam hal waktu penyelenggaraan. Kegiatan lanjutan baru akan dilaksanakan kembali pada Bulan Agustus, menurut kalender akademik, sehingga mereka masih ada waktu kosong satu bulan lebih. 

“Berat di transportasi sama penginapan, dua hari satu malam. Biaya kereta sendiri 188 ribu sekali pergi dan biaya hotel 182 ribu per malam,” ujar Naura (nama samaran) camaba asal Indramayu.


Dalih Dekanat FK: Untuk Integrasi dan Validitas Data

Jumat, 20 Juni 2025, perwakilan gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNY dan LPM Philosofis menemui bagian Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni (AKA) Rektorat UNY untuk mempertanyakan kebijakan wajib tes kesehatan. Salah satu staf AKA menyebut bahwa kebijakan tersebut merupakan inisiasi Fakultas Kedokteran UNY, kemudian rektorat UNY menyetujui inisiasi tersebut untuk diterapkan. Gabungan BEM dan pers kemudian dialihkan untuk menemui Dekan FK di hari yang sama.

Atien, selaku Wakil Dekan AKA FK, tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan wajib tes kesehatan diinisiasi oleh FK. Namun, FK menyatakan siap apabila tes kesehatan wajib dilaksanakan secara mandiri oleh UNY karena mereka telah memiliki kapasitas yang cukup.

Lebih lanjut, Kartika, selaku Dekan FK, dan Atien, menjelaskan bahwa kebijakan wajib tes kesehatan ini merupakan salah satu langkah untuk mengintegrasikan dan memastikan validitas data dari seluruh calon mahasiswa baru. Selain itu, pihak dekanat FK juga menyebut banyak mahasiswa baru di tahun-tahun sebelumnya tidak mengunggah dokumen hasil tes kesehatan melalui laman registrasi. Atien juga memaparkan, sekalipun dokumen hasil tes kesehatan dilampirkan, parameter tes kesehatan serta pengecekan ulang oleh UNY tidak dalam tingkat validitas yang baik. Kebijakan ini merupakan usaha preventif agar kejadian serupa tidak terulang.

“Selama ini data kesehatan yang dulu kalian kirim tidak pernah divalidasi oleh pihak registrasi, yang penting adalah upload, ” tegas Atien. “(Padahal) pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah mahasiswa memiliki masalah kesehatan, sehingga data dapat digunakan untuk pemetaan risiko dan sebagainya,” tambah WD AKA tersebut.

Lebih lanjut, mereka menjelaskan bahwa proses validasi data sulit dilakukan karena terbatasnya tim verifikasi dibandingkan banyaknya data yang dikirim oleh mahasiswa baru. Pihak Dekanat FK menilai di tahun sebelumnya, apa pun file yang diunggah oleh mahasiswa tidak menjadi masalah, karena tidak ada pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak registrasi.

Menanggapi masalah tersebut, pihak FK menyatakan sumber daya mereka memiliki kesiapan penuh untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan. Oleh karena itu, mereka menyampaikan kesiapannya kepada rektorat. 

“Kami bisa menyelenggarakan itu, tanpa mahasiswa harus ke mana-mana,”  ungkap Atien. 

Atien menerangkan bahwa UNY pernah menerapkan kebijakan serupa. Namun, semenjak adanya pandemi Covid-19, karena tidak memungkinkan, akhirnya kebijakan tersebut ditiadakan. Kini, dengan kapasitas yang ada, kebijakan tersebut dapat dilakukan kembali. Data yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk pemetaan risiko kesehatan sekaligus membangun database riwayat kesehatan mahasiswa selama masa studi. 

“Karena sekarang ini sumber dayanya sudah memungkinkan, kami kembali melakukan pemeriksaan kesehatan tersebut.”


Yang Terjadi di Kampus Lain

Salah satu kampus yang pernah menerapkan kebijakan serupa adalah Universitas Diponegoro (Undip). Melalui Pengumuman Nomor: 27/UN7.A1/AK/2023, calon mahasiswa baru Undip diwajibkan untuk tes kesehatan di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND). Namun, karena banyaknya protes dan masalah yang ditimbulkan, kebijakan tersebut akhirnya direvisi.

Kini Undip memberikan fleksibilitas dalam pemeriksaan kesehatan calon mahasiswa. Melalui kebijakan terbaru, Undip memperbolehkan calon mahasiswa baru untuk dapat melakukan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit, laboratorium klinik, maupun layanan kesehatan mana pun.

Melalui pengumuman bernomor 17/UN7.A1/AK/2025, dicantumkan sejumlah ketentuan terkait pemeriksaan kesehatan. Di antaranya, biaya pemeriksaan menjadi tanggung jawab pribadi mahasiswa, parameter kesehatan yang harus diperiksa dijelaskan secara rinci, serta adanya kewajiban pembubuhan stempel resmi dari rumah sakit, laboratorium klinik, atau layanan kesehatan terkait. Selain itu, hasil pemeriksaan yang diunggah harus berupa hasil pindai (scan) berwarna dan disertai dengan surat pernyataan.


Informasi Kurang Jelas dan Narahubung Kurang Responsif

Dekanat FK menyampaikan bahwa setiap permasalahan akan ditangani case by case dan mahasiswa diminta untuk langsung menghubungi narahubung yang telah disediakan. Namun, karena respon dari narahubung yang dinilai lambat, banyak calon mahasiswa merasa kebingungan dan tidak mendapatkan kepastian informasi yang mereka butuhkan.

“Aku tadi chat admin FK, pas ‘halo’ langsung dijawab, tapi pas bilang mau minta pengunduran jadwal (pemeriksaan kesehatan) malah di-ghosting,” keluh Mara. 

Hal senada juga disampaikan oleh beberapa mahasiswa lain saat FGD (Forum Group Discussion) bersama LPM Philosofis via zoom pada 20 Juni 2025. Mereka mengeluhkan respon kontak admin FK yang tidak cekatan. Naura mengatakan bahwa ia harus menunggu dua sampai tiga hari untuk mendapatkan konfirmasi dari pertanyaan yang ia ajukan melalui kontak tersebut.

Di sisi lain, pengumuman informasi jadwal  tes terbilang cukup mendadak. Situasi ini memaksa calon mahasiswa baru terutama yang berdomisili di luar Yogyakarta, terburu-buru dalam menyiapkan akomodasi perjalanan dan penginapan selama berada di kota tersebut. Selain persoalan waktu, kendala biaya yang membengkak turut menjadi faktor yang dinilai memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa baru. 

Atien, Wakil Dekan bidang Akademik kemahasiswaan dan FK menyadari bahwa pelaksanaan wajib tes kesehatan masih mempunyai banyak kekurangan, namun tak berarti kebijakan ini akan dihentikan. 


Galih Novan

Reporter: Galih Novan, Parwati Retnaningsih, Ainun Zeva, Dewi Ulfa, Ariska Sani

Editor: Parwati Retnaningsih


Related Posts
Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar