| Foto oleh Syahi. Massa aksi membacakan rilis pers dalam aksi “Harto Bukan Pahlawan” |
Senin,
10 November 2025, sejumlah mahasiswa dan perwakilan aliansi pergerakan
menggelar aksi unjuk rasa di persimpangan Jalan Cik Di Tiro. Aksi yang
berlangsung dari pukul 10.30 hingga 11.45 WIB tersebut menolak pemberian gelar
pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.
Meskipun
singkat, massa aksi yang berkumpul di depan Monumen Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) membawa tuntutan jelas: "Harto Bukan Pahlawan".
Aksi berlangsung tertib dengan penyampaian orasi secara bergantian oleh
perwakilan kelompok.
“Memang
suatu hal yang sangat disayangkan, di hari yang diperingati sebagai Hari
Pahlawan Nasional justru disimbolisasi dengan penyematan gelar ‘pahlawan’
kepada penjahat rezim yang jelas kita semua tahu, seolah-olah mereka
(pemerintah) tidak punya empati terhadap kesengsaraan rakyat,” ucap Dandi,
seorang aktivis Forum Cik Di Tiro.
Aksi
ini sengaja digelar di Monumen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) selain karena
strategis, juga dinilai memiliki ikatan simbolis dengan Soeharto.
Letaknya yang berada di antara Museum Dharma Wiratama dan Gedung Partai
Golongan Karya (Golkar), sangat merepresentasikan sentimen terhadap sang Bapak
Pembangunan.
“Seperti
yang kita tahu, kedua tempat ini sangat terkait dan menjadi simbol dari era
Soeharto. Di sini ada museum (penghormatan) TNI dan di sana ada gedung Golkar.
Militer digunakan sebagai mesin pembunuh rakyat, sedangkan Golkar adalah alat
politik yang memungkinkan kekejamannya terjadi,” jelas Ghozi, Koordinator
Lapangan III.
Ghozi
juga menambahkan, bahwa pemberian gelar pahlawan ini bukan sekadar wujud
nepotisme hubungan Prabowo dengan Soeharto, melainkan seolah melegitimasi
adanya upaya membawa kembali rezim dengan gaya kepemimpinan koersif masa orba.
Aksi ini mencoba mengkritik ketidaklayakan gelar ini bagi orang sekejam
Soeharto.
Selain
menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto, massa aksi juga menyampaikan
sejumlah tuntutan lainnya, seperti penolakan terhadap RUU HAM, penegakan
perlindungan pers, pembatalan revisi UU TNI, serta pemenuhan hak atas
pendidikan yang berkualitas. Setelah orasi dari beberapa perwakilan, aksi
kemudian ditutup dengan pembacaan rilis pers bersama-sama.
Ajmala A. S.
Reporter:
Ajmala dan Ahmad Syahirul
Editor:
Retnaningsih

.png)
