XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Hasil Bumi dan Simbol Solidaritas dalam Aksi Wadas Menggugat

 

Hasil bumi yang dibawa dari Desa Wadas pada Selasa (22/3)


Pada hari Selasa (23/3) kemarin, Tugu Pal Putih yang berada di jantung kota Yogyakarta mendadak riuh oleh kerumunan massa aksi yang terdiri dari beberapa elemen mahasiswa. Dalam aksi bertajuk “Wadas Menggugat: Tanah adalah Nyawa!” itu, mereka membawa bendera serta rontek-rontek berisikan solidaritas untuk Wadas dan kekecewaan kepada pemerintah yang seolah tidak mempedulikan nasib warga Wadas. Nampak pula hasil bumi yang tersaji rapi di hadapan massa aksi. Hasil bumi tersebut terdiri dari pisang, salak, jagung, singkong, dan sayuran.

Pembagian hasil bumi itu dilakukan setelah aksi teatrikal mencoret-coret tubuh sebagai tanda kekesalan peserta aksi selama ini. Sekurang-kurangnya ada lima orang yang mengambil buah dan sayuran. Mereka membagikannya secara acak kepada sesama massa aksi. 

Hal ini memantik rasa penasaran awak Philosofis yang kebetulan berada di tengah massa aksi. Seusai aksi yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam, kami mencoba menanyakan ihwal arti dari pembagian ini kepada Riyan selaku humas aksi.

"Kalau ini (aksi membagikan hasil pertanian) menjadi simbolis karena yang kami ambil berasal dari Desa Wadas. Karena hasil alam Desa Wadas, warga bisa menyekolahkan anaknya dan bisa bertahan hidup sampai sekarang. Warga Wadas bisa hidup dengan pertanian, gak bisa dengan penambangan,” kata Riyan

Ia menambahkan bahwa apa yang mereka lakukan adalah murni sebagai bukti dukungan moral kepada massa aksi yang rela turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya. Mereka didorong agar tetap bersemangat dalam mengawal isu Wadas. Walaupun pemerintah belum berpihak, tetapi perlawanan harus tetap dilanjutkan.

Pembagian hasil bumi kepada aparat kepolisian pada Selasa (22/3)
 
Selain kepada sesama massa aksi, hasil bumi tersebut juga dibagikan kepada aparat kepolisian yang sedang mengatur lalu lintas ke arah Jalan Diponegoro. Ada dua orang berbaju hitam yang membagikan singkong. Tanpa rasa curiga, polisi pun menerima singkong lalu segera menepi ke pinggir jalan, mendekati rekan sesama polisi. Azam, laki-laki berkaos hitam yang memberikan singkong itu mengemukakan alasan pemberian hasil bumi itu.

“Ini aksi damai kita, jadi kita tidak memprovokasi untuk terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti bentrok atau lainnya.” 

Ia juga menuturkan bahwa aksi pembagian hasil bumi adalah bentuk solidaritas kepada warga Wadas yang terdampak. Sebagaimana kita tahu, bahwa Wadas merupakan daerah terdampak penambangan batu andesit yang akan digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener. Selain itu, penambangan yang terjadi berpotensi merusak keseimbangan alam di desa. Mayoritas masyarakat setempat sangat mengandalkan hasil pertanian dan perkebunan yang ada di sana. 

Pada saat bersamaan, hujan mengguyur Tugu dengan deras, sehingga proses wawancara harus berpindah. Dengan berjalan cepat, kami menuju ke toko di barat daya dari Tugu untuk berteduh. Percakapan dilanjutkan di tengah derasnya aliran hujan yang berasal dari kanopi toko. Walaupun hanya sebentar, tetapi Azam memberikan statement penting. Ia berharap bahwa Izin Penetapan Lokasi (IPL) perlu disikapi ulang. Pemerintah harus mencabut IPL ini demi kemaslahatan kehidupan masyarakat dan kelestarian alam di wilayah yang tengah berkonflik.


Laurentius Aditya Pradana
Reporter : Laurentius Aditya Pradana, Mardhatilla Leksono (magang)
Editor : Zhafran Naufal Hilmy

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar