XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Tajuk Kekerasan Seksual Dalam Aksi Peringatan Hari Perempuan Sedunia


Aksi IWD di Tugu Pal Putih, Yogyakarta (8/3). Philosofisonline.id.

 

Yogyakarta (8/3/22)- Aksi Internasional Women’s Day (IWD) yang dilaksanakan di Tugu Yogyakarta berlangsung damai dan teratur. Massa yang hadir didominasi oleh perempuan dan mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta. Peserta aksi berkumpul mengitari Tugu Pal Putih. Salah satu partisipan ialah Arika Octavia Tarigan seorang mahasiswa jurusan Pariwisata, Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia merupakan anggota Srikandi UGM, komunitas yang bergerak dalam kesetaraan gender, Kekerasan Seksual (KS), dan isu-isu perempuan.

Pada aksi IWD hari ini, Arika dan beberapa temannya yang juga tergabung dalam Srikandi UGM turut meramaikan jalanan Pangeran Mangkubumi. Ia menuturkan IWD Yogyakarta hari ini dihadiri oleh berbagai organisasi dan mengusung banyak tema, seperti yang disepakati dalam Forum IWD.

“Tema IWD tahun ini tidak jauh berbeda, namun diramaikan oleh solidaritas aksi Wadas. Walaupun tajuk utama yang diusung ialah Kekerasan Seksual.”

Belum pudar dari ingatan beberapa waktu terakhir, kasus-kasus KS di lingkungan kampus Yogyakarta mulai terkuak dan menjadi bahan perbincangan. Bagai fenomena gunung es, kasus KS di lingkup universitas menggambarkan betapa rentannya posisi perempuan dalam ruang publik. Sejalan dengan IWD, persoalan KS selalu masuk dalam jajaran tuntutan.

Tak terkecuali Srikandi UGM yang menjadikan KS sebagai tuntutan utama. Aya sapaan akrab Arika, mengatakan bahwa komunitasnya sejak lama telah menuntut hak-hak perempuan terutama dalam lingkungan kampus.

“Srikandi UGM sendiri sejak lama telah aktif dalam memperjuangkan kesetaraan gender, keadilan bagi perempuan, dan hak perempuan dalam ranah politik. Termasuk mengupayakan pemenuhan hak korban KS.”

Berdasarkan hasil wawancara yang dilawatkan oleh wartawan Philosofis, Aya menerangkan terdapat banyak kasus KS yang terjadi di UGM. Kasus-kasus tersebut terjadi dalam rentang waktu yang berdekatan dan beberapa diantaranya cukup viral di sosial media.

“Bahkan terdapat kasus yang melibatkan anggota Srikandi UGM, namun insiden tersebut sudah memperoleh penanganan.”

Selain kasus KS, Srikandi UGM menuntut kejelasan pengesahan Permendikbudristek 30 dalam aksi IWD tahun 2022. Hal ini dilatarbelakangi oleh mangkraknya penetapan RUU PKS sebagai landasan hukum bagi penghapusan kekerasan seksual.

“Soal pro kontra Permendikbudristek 30 pasti ada, lamun untuk Srikandi UGM sendiri jelas mendukung dasar hukum tersebut. Perlu adanya payung hukum bagi korban karena pada kenyataannya masih banyak pelaku yang tidak mendapatkan hukuman sebagaimana mestinya. Hal ini membuat korban takut untuk melaporkan sehingga mereka tidak memperoleh keadilan. Sampai saat ini di UGM baru pada tahap pembentukan komite etik.”

 

Aya menuturkan kampus harus berperan dalam upaya penanganan kasus KS. Salah satunya dengan dibentuk sebuah unit terpadu sebagai wadah pengaduan penyintas agar mereka mendapatkan keadilan.

“Di UGM terdapat lembaga Unit Pelayan Terpadu (ULT) untuk pengaduan kasus KS, sayangnya belum banyak mahasiswa yang mengetahui keberadaan lembaga tersebut. Dari mahasiswa sendiri juga ada lembaga advokasi kasus KS diantaranya ialah Srikandi UGM, Swara Asa, dan Hope Helps.”

Beberapa upaya dilakukan Srikandi UGM dalam menanggulangi kasus KS, diantaranya edukasi melalui webinar, kajian, dan penanaman kesadaran peraturan KS yang dibagikan melalui Instagram komunitas tersebut.

Tak jauh berbeda dengan Aya, Citra seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) turut datang ke IWD bersama teman-teman Komisariat IMM FEB UMY. Dalam menangani kasus KS yang merebak di UMY, ia berujar adanya pendampingan dan rehabilitasi korban untuk memulihkan kesehatan mental penyintas.

“Tindakan yang diberikan Kampus terhadap korban seperti pendampingan, rehabilitasi khusus, dan penegasan terhadap terduga pelaku. Saya rasa UMY cukup tegas mengenai permasalahan ini, akan tetapi tetap dalam jalur yang paling aman. Oleh karena itu kami merasa masih aman berkuliah di UMY.”

Ia menambahkan setelah kasus KS yang viral beberapa waktu lalu di UMY, kini jarang terdengar adanya kasus lain.

“Saya sendiri jarang dengar (kasus KS), karena kampus tidak langsung membuka kasus tersebut. Kampus lebih memilih menangani kasus KS dengan jalur tertutup. Hal ini dilakukan untuk menjaga citra dan demi menghindari chaos yang terjadi dikalangan mahasiswa.”

Sepanjang aksi IWD 2022, secara silih berganti massa aksi menyampaikan orasi, menyuarakan tuntutan, dan harapan untuk kehidupan perempuan kedepannya. Tak hanya itu, kegiatan ini juga dibarengi oleh penyampaian tuntutan Wadas oleh puan-puan dari Desa Wadas, Purworejo.

 

 

Nadia Nur Azizah

Reporter: Ahmad Nur Alamsyah dan Nadia Nur Azizah

Editor: Rachma Syifa Faiza Rachel

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar