XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Menelisik Konsep Objektivisme melalui Film: Winter On Fire Ukraine's: Fight For Freedom

We can evade reality, but we cannot evade the consequences of evading reality–Ayn Rand.

Lampu bohlam berwarna kuning menghiasi langit-langit di Kafe Sacaluna, pada 20 Maret 2024. Malam itu, sekitar pukul 19.00 WIB, Students For Liberty (SFL) Yogyakarta bersama Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Amikom menggelar diskusi film dengan judul Winter On Fire: Ukraine’s Fight For Freedom.  

Film yang digarap oleh Evgeny Afineevsky dinilai dekat dengan konsep objektivisme, karya Ayn Rand. Seorang filsuf berkebangsaan Amerika Serikat yang lahir di Rusia. Salah satu titik yang mendorong dirinya menyingkir ke Negeri Paman Sam, ketika penguasaan lembaga pers telah diakuisisi oleh negara. Rand menilai situasi itu sebagai kemunafikan Uni Soviet.

Menurutnya, saat sebuah sistem sudah diletakkan secara absolut oleh negara, maka individu tidak dapat lagi mengeksplor dirinya secara mapan. Ini berkaitan pula dengan pendekatan populis yang dilakukan oleh Uni Soviet: negara milik rakyat. Suatu hal yang justru menimbulkan tanya pada dirinya, rakyat mana yang dimaksud.

Konsep Pemikiran Ayn Rand

Pemikiran Ayn Rand kental dengan penekanan ‘objektivisme’, lantaran ia tidak meninggalkan sepenuhnya seragam awal, sebagai lulusan farmasi. Penekanan secara absolut atas sesuatu bertolak belakang dengan konsep relativisme. 

Bagi Rand sesuatu yang terjadi, dapat diukur secara pasti sehingga segala peristiwa yang timbul, berlatar dari ‘egoisme individu’.

Unik memang pengukuran nilai sosial dengan bersifat eksakta. Penekanan ini tidak dapat dilepaskan dengan konsep aksioma–pernyatan yang dinilai sebuah kebenaran. Menurut Rand, objektivisme memiliki tiga konsep aksioma.

Pertama, eksistensi, sesuatu itu bersifat ada, tanpa mempertanyakan lebih jauh mengenai itu. Selayaknya dogma agama, melalui penekanan bahwa Tuhan itu ada.

Kedua, kesadaran akan mengukur keberadaan. Konsep ini banyak terpengaruh aliran eksistensialis, Rand menerjemahkan puncak individu sebagai “human as a hero being” sebab keberlanjutan hidup manusia, perlu menapaki langkah maju. 

Ketiga, keberadaan adalah dirinya sendiri. Konsep ini yang mengantarkan Rand, bahwa sesuatu terjadi berawal dari motif individu.

Dalam sudut pandang Rand, individu dianalogikan sebagai atom–partikel yang tidak bisa dibagi lagi. Ketika menempatkan setiap individu sebagai kerangka dasar berpikir, maka perubahan yang bersifat positif dapat dituju.

Perspektif Rand tak lepas dari pemikiran liberal yang dikemukakan oleh John Locke. Rand percaya dan menegaskan bahwa pasar bebas adalah salah satu poin penting ekonomi. Kemerdekaan ekonomi memberikan keleluasaan bagi individu dalam mencapai kesejahteraan.

Kesejahteraan perlu diraih atas usaha individu dan tidak boleh disamakan oleh orang lain. Ketika setiap orang merasakan “tingkat sejahtera yang sama”, maka daya kreativitas tidak akan tercipta.

Kondisi Ukraina dalam “Perjuangan Kemerdekaan Individu”


Film Winter On Fire: Ukraine's Fight For Freedom, mengangkat peristiwa nyata pada aksi penurunan Viktor Yanukovych, pemimpin Ukraina (2010-2014). Tuntutan untuk menurunkan Yanukovych, berpangkal pada arah kebijakan yang bertentangan dengan rakyat Ukraina.


Diketahui sebelum runtuhnya Uni Soviet, Yanukovych tergabung dalam lingkaran partai komunis. Hal ini dinilai menjadi faktor kedekatannya dengan Rusia. Seperti yang diketahui, Rusia merupakan negara suksesor pasca keruntuhan Uni Soviet.


Perbedaan yang kuat antara rakyat Ukraina dengan Rusia, telah mendorong arah kebijakan negara itu, lebih dekat dengan Uni Eropa. Saat Yanukovych menjabat, arah politik yang diambil banyak mengekor dengan Rusia. Akibatnya, sebagian rakyat Ukraina melakukan unjuk rasa, dan menyuarakan untuk bergabung ke Uni Eropa.


Dalam pembuka film, disuguhkan berbagai kritikan yang menyasar kepada rezim. Kritikan ini muncul akibat secara terbuka, Yanukovych mengikuti arah kebijakan Putin, pemimpin tertinggi Rusia. Dekatnya hubungan antara dua pemimpin negara, melukai hati rakyat Ukraina.


Imbas kedekatan keduanya, menghentikan langkah Ukraina bergabung ke Uni Eropa. Banyak warga menilai ini merupakan langkah kemunduran. Alhasil unjuk rasa dilakukan di Kota Kyiv, tepatnya di Maidan Nezalezhnosti. Massa aksi awalnya hanya berjumlah sekitar 400-500 orang, pada unjuk rasa pertama, 21 November 2013.


Rakyat Ukraina tidak hanya membawa keresahan yang dilantangkan, tetapi juga membawa bendera kebangsaan bersamaan dengan bendera Uni Eropa. Kehadiran dua bendera itu, sebagai bentuk manifestasi bergabungnya Ukraina ke dalam Uni Eropa, serta mengambil jalan berbeda dengan sang pemimpin.


Dalam sudut pandang objektivisme, keinginan untuk menolak merupakan salah satu wujud pemikirannya. Pada konteks perjuangan rakyat Ukraina, penolakan keputusan Yanukovych dan menghendaki jalan yang berbeda, merupakan realisasi objektivisme. Sebagaimana yang diutarakan oleh Rand, segala sesuatu yang terjadi berpangkal pada egoisme individu.


Suara-suara “Ukraina bagian dari Eropa”, terus dilantangkan dalam unjuk rasa. Massa aksi bahkan terus bertambah besar, sejak unjuk rasa yang hari pertama. Mereka tidak berhenti dan tidak meninggalkan Maidan, jumlah massa aksi terus bertambah. 


Ukraina bagian dari Eropa,” teriak massa aksi.

Yanukovych tanda tangani perjanjian,” kemudian lagi.

Lakukan apa yang rakyat inginkan,” lalu teriak lagi, dengan nada lantang dan satu irama.


Menanggapi unjuk rasa yang semakin besar, aparat kepolisian dikerahkan dalam menjaga unjuk rasa. Sayangnya penerapan kekerasan dilakukan aparat kepolisian. Mereka melakukan intimidasi kepada massa aksi, bahkan tidak sedikit timbulnya korban luka: kepala bocor, muka lebam hingga meninggal dunia. 


Aparat kepolisian tak pandang bulu soal aksi kekerasan. Siapa pun yang terlibat dalam unjuk rasa, menjadi sasarannya. Bentuk represi oleh polisi tidak hanya pemukulan secara individu, tetapi secara bergantian mereka lakukan dengan berbagai cara, entah dengan dipukul menggunakan tongkat, ditendang, bahkan tidak sedikit dari mereka (massa aksi) diseret di jalan.


Solidaritas Warga Ukraina atas Kekerasan Kepolisian 


Menanggapi maraknya aksi intimidasi dan kekerasan dari aparat kepolisian. Berbagai lapisan masyarakat justru semakin memadati lokasi unjuk rasa. Pemuka lintas agama, tenaga kesehatan hingga purnawirawan militer bersatu di jalan.


Mereka melakukan segala upaya yang bisa dilakukan, agar keinginan rakyat Ukraina dapat direalisasikan. Bagi para rohaniawan, mereka memotivasi massa aksi, bahwa apa yang terjadi saat ini, sebagai bentuk upaya perjuangan dan direstui oleh Tuhan.


Begitu pula purnawirawan militer, mereka mengajarkan massa aksi untuk bertahan dari segala bentuk kekerasan. Upaya ini cukup efektif, terutama dalam mengurangi resiko kekerasan di berbagai titik vital.


Solidaritas yang kuat antara rakyat Ukraina, mengantarkan langkah yang lebih jauh. Dengan massa aksi yang semakin hari semakin besar, mereka memperjuangkan nasib dengan berunjuk rasa bukan hanya sehari, dua hari, atau satu minggu. Akan tetapi, dalam kurun waktu lebih dari dua bulan.


Di tengah musim dingin yang berkecamuk, mereka tidak gentar untuk menyingkir mencari kehangatan di rumah masing-masing. Urgensi perjuangan masa depan negara, dirasa telah menghangatkan hawa dingin.


Durasi yang panjang dan diapit berbagai tindak kekerasan aparat, mengantarkan tumbangnya korban jiwa di tengah massa aksi. Satu persatu mereka terenggut nyawanya akibat luka di bagian vital, baik melalui aksi kekerasan hingga penembakan.


Penggunaan senjata yang massif, turut semakin memanaskan medan aksi. Silih berganti klaim semakin membiaskan situasi yang berlangsung. Baik massa aksi ataupun aparat bersenjata saling mengklaim, bahwa kubu yang berseberangan merupakan pihak yang bersalah.


Keberhasilan Massa dalam Merubah Arus


Massa aksi terus bertahan di tengah gempuran aparat, dan musim dingin yang berlangsung. Hari demi hari mereka lewati, tanpa sedikitpun berfikir untuk berhenti, dan meninggalkan medan juang.


Suguhan film yang menunjukkan solidaritas rakyat, mendorong para penonton untuk bersimpati atas penderitaan rakyat Ukraina. Sayangnya bagian ini terlampau panjang, sehingga penonton menjadi bosan dalam menikmatinya.


Sebut saja, beberapa tokoh yang diwawancarai menjadi korban jiwa dari unjuk rasa. Kesedihan di lingkungan sekitar, hendak dirasakan pula oleh para penonton. Mulai dari penghormatan terakhir, karikatur dalam tameng, hingga foto sebagai peraga demonstrasi.


Perlawanan aparat tidak hanya berasal dari kekerasan semata, hujan gas air mata dan bom molotov, turut ditunjukkan kepada massa aksi. Tindakan ini sebagai upaya melemahkan massa dan mendorong mereka ke titik yang mudah dilumpuhkan, tempat terbuka diantara himpitan  gedung-gedung tinggi. Untuk memudahkan upaya penembakan dari jarak jauh.


Tindakan ini, telah mempertontonkan otoritarian dari Yanukovych. Kebiadaban dan tidak segan melukai saudara sebangsa, menunjukkan dirinya ingin bertahan atas pihak-pihak yang kritis.


Plot ini juga banyak disajikan, sekali lagi demi solidaritas kepada Ukraina agar mereka (para penonton) bersimpati, serta mendorong bergabungnya Ukraina dengan Uni Eropa. Selain itu, pengekoran Yanukovych pada Rusia, mengindikasikan negara itu terlibat pada dinamika dalam negeri Ukraina.


Massa aksi, kemudian merespon dengan membentuk barikade pertahanan dan benteng api, demi upaya mengurangi korban jiwa dari tindak kekerasan. Mereka melakukan segala cara yang dapat dilakukan, demi masa depan yang hendak diraih.


Besarnya jumlah korban yang terenggut nyawanya, menjadi kekuatan merubah arus politik Ukraina. Parlemen Negara memutuskan untuk memberhentikan Yanukovych, pada 23 Februari 2014, atas tindakan inkonstitusional. 


Tumbangnya pemerintahan Yanukovych, menjadi kabar yang telah lama dinantikan. Kegigihan dalam memperjuangkan masa depan— sebagai realisasi “objektivisme” Ayn Rand.



Wisnu Yogi Firdaus

Editor: Gilang Kuryantoro



Related Posts

Related Posts

1 komentar