XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Puisi-Puisi Hisyam Billya Al-wajdi


Ilustrasi : Adam Yogatama

Musim Semi dan Venesia

“Sebelum musim semi tiba dunia hanyalah sarang manusia, setelah musim semi tiba dunia merupakan perwujudan surga.” -Abu Tamam-

Kita menyusuri kanal-kanal kota. Langit Venesia menjelma Al-Muhtada, hibuk para tembakul bagai ruang-ruang di benua lain; samar dan tak terjangkau

Ingatan kita berpercikan; menyesap dosa-dosa banal, angin yang tak rela diam dan selendang subuh yang melilit mentari pagi

Daun-daun rebah ke pangkuan tanah ketika sakramen di katedral telah usai. Di luar jendela, burung-burung gereja bertukar sandar, sebelum sedia mengembara; ke lembah lain tempat peradaban belum diketemukan

Sebelum keheningan pecah, kita saling berlepasan. Aku mengenangmu sebagai daun kuning rapuh, potret wajah bianglala, dan cinta yang bermukim di dada

2021


Tak Ada Batu Hamlet!

Langkah adalah gelisah yang senantiasa menghimpit sekujur tubuh kita

Kita memang berulangkali menimang hilir sungai, desau daun dan halimun pada alir darah yang panas itu

Namun pernahkah bongkahan itu bertarung sebagai sekoci tanpa nahkoda? Mama? Aku ingin selaksa cahaya pada mulut yang purba. Hidup hanya menunda kekalahan, penulis terkenal itu menyampaikan requiem.

Tapi mama, cinta yang agung tak pernah fana. Harapan selalu terbit dan menjelma Anandyamayakosa. Gamang jadi bahasa lain dari setiap penantian.

Dan matahari… ah, tidak. Matahati.

Kepadanya-lah kita meminjam cahaya

Mama, entah ke mana lajur itu, menikung-nikung selalu

Peluklah jiwaku

2024


Sungai Dwi?

Di gigir sungai itu aku mengenangmu. Sebagai arus yang berdenyut ketika gerimis tiba

Aku mengenangmu, sebagai angin yang menyisip di tiap sisirnya, jatuhkan dedaunan kemuning dari reranting

Aku ingin diam-diam menyelam, berenang jauh ke dalam. Mengamati warna-warni yang lahir dari dasar sampai permukaan. Seperti sungai yang mengalir lembut menuju muara laut. Aku ingin bersijingkat di antara riak-riak dan mangatupkan diri di atas bebatuan semedi.

Sungai yang bening, terlahir dari tangis awan, mengendap mengabadikan ikan-ikan. Aku ingin seperti sungai itu; tenang dan memancar

Sebuah sungai yang keloknya umpama tubuh kita; terjal dan menyurak cakrawala

2022


Hisyam Billya Al-wajdi

Editor: Ariska Sani


Related Posts

Related Posts

Posting Komentar