XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Film “Cinta Tak Pernah Tepat Waktu”, Melihat Sisi Lain dari Dunia Laki-Laki


Hanung Bramantyo, sutradara film, sedang menjelaskan tentang karya garapannya (01/12/2023). Foto: Yoga Hanindyatama

Sutradara ternama, Hanung Bramantyo, membuat sebuah film baru berjudul “Cinta Tak Pernah Tepat Waktu”. Film garapannya merupakan adaptasi dari sebuah novel karya Puthut EA dengan judul yang sama. Ia mengatakan bahwa film ini dapat memberikan gambaran bagaimana perempuan melihat laki-laki yang menjadi pasangannya, termasuk kelemahannya. Hal ini ia paparkan dalam “Syukuran & Cast Reveal” di Akademi Bahagia EA, Ngaglik, Sleman (01/12/2023). 


“Ketika perempuan menonton ini, mendapatkan gambaran laki-laki, dan di dalam film ini ada perempuan-perempuan yang tersakiti akibat ketidakbecusan laki-laki sehingga akan merasa ‘Gua ternyata pengecut dan menyakiti perempuan’,” kata Hanung di acara tasyakuran film yang ia garap.


Ia memang mengakui bahwa pasangan hidup sejati itu tidak ada, tetapi film Hollywood dan Bollywood memandang lain. Alhasil soulmate kerap hadir di film asing tersebut. Tidak jarang hal itu mendorong penonton menumbuhkan sendiri cara pandang terkait soulmate. 


“Film ini ngomongin tentang soulmate yang mana itu gak ada. Jadi seolah-olah kita berpasangan dengan orang yang tepat, padahal it’s bullshit (omong kosong). Bullshit-nya luar biasa,” ujar Hanung.


Acara kali ini diikuti beberapa pihak yang terlibat dalam proses pembuatan film. Selain Hanung, ada Puthut EA (penulis), dan Azlin Hilda (produser). Di samping itu, ada pula Refal Hady yang berperan sebagai Daku, sang tokoh utama. Kemudian, terdapat Mira Filzah (sebagai Sarah), Carissa Perusset (sebagai Anya), dan Nadya Arina (sebagai Nadya).


Karya ini mengangkat kisah perjalanan seorang penulis bernama Daku dalam mencari pasangan hidupnya. Ia bertemu dengan beberapa perempuan, seperti Nadya, Sarah (dokter dari Malaysia), dan Anya. Sayangnya, Daku selalu menemui hambatan dalam mewujudkan keinginannya.


Hanung mengakui bahwa mencari sosok pemeran laki-laki utama dalam diri Daku tidaklah mudah. Pemilihan karakter yang belum sesuai juga menyebabkan proses produksi film menjadi bermasalah. Pada mulanya, ia berharap Reza Rahadian dapat mengisi karakter ini. Namun, pada akhirnya, aktor pilihan Hanung jatuh pada Refal.


“Saya membutuhkan pemain yang tidak hanya bisa akting. Ketika penonton sudah melihat sosok itu, belum dialog itu sudah tergambar bahwa (dia) sosok yang mau menang sendiri, sok ganteng,” terang Hanung.


Ia mempertimbangkan aspek fisiognomi, yaitu membaca karakter seseorang dari wajah. Ketika seorang tokoh tampil, tokoh tersebut sesuai dengan penggambarannya dan dapat membaca situasi. Hanung mencoba mendekatkan aktris dengan tokoh, seperti Nadya Arina dengan tokoh Nadya. Pandangan luar tentang sikap perempuan yang cocok untuk dijadikan sebagai istri juga masuk dalam pertimbangan Hanung. 


Refal Hady yang juga mendapat kesempatan bicara lalu menjelaskan karakter seorang Daku. Daku merupakan seorang penulis berprestasi karena telah menyabet penghargaan dalam ajang kepenulisan sastra. Ia mengatakan bahwa isi cerita film tidak jauh dari apa yang ia rasakan. Bagi Refal, ada kesamaan antara dunia nyata dengan cerita di film yang rencananya rilis 2024 mendatang.


“Denger kata ‘Cinta Tak Pernah Tepat Waktu’, aku sendiri ngerasa kok gua nih. Apalagi pas lagi baca sinopsis dan novel gak cuma itu, banyak hal-hal yang semakin relate. Seperti dibaca kehidupan kita,” ujar Refal.


Sementara Puthut EA, penulis novel yang karyanya diadaptasi, memberikan pandangannya tentang film ini. Ia mengatakan bahwa alih wahana ke film menjadi sesuatu yang menarik. Sebab, adegan dalam novel tidak dapat serta merta diaplikasikan ke film. Perlu pendekatan dan modifikasi yang tepat.


“Itu novel yang tidak mudah karena ada banyak monolognya, pikirannya bicara sendiri, gitu. Kalau dibikin adegan, kaya gimana, ya? Wah, pengen tahu juga filmnya” kata Puthut.


Setelah masing-masing pemain selesai berbicara, acara beralih ke doa bersama yang dipimpin oleh Hanung. Tidak lama kemudian, prosesi pemotongan tumpeng dilakukan oleh Puthut. Potongan tumpeng diberikan kepada Azlin Hilda dan terakhir kepada Hanung yang mengakhiri “Syukuran & Cast Reveal”.



Yoga Hanindyatama

Reporter: Yoga Hanindyatama

Editor: Dewa Saputra


Related Posts

Related Posts

Posting Komentar